JAKARTA – Selain untuk memastikan harga listrik, penetapan formulasi harga batu bara juga diperlukan untuk menjaga stabilitas pertumbuhan industri. Dengan stabilitas harga batu bara sebagai bahan baku listrik, harga listrik juga akan semakin kompetitif sehingga mendukung operasional industri.

Tumiran, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan batu bara sampai saat ini menjadi tulang punggung sektor kelistrikan nasional. Pasalnya hampir 60% listrik di Indonesia dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Seiring kondisi seperti itu harga batu bara domestik harus bisa diatur. Apalagi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 disebutkan batu bara domestik dimanfaatkan untuk listrik dan industri, kemudian harga batu bara untuk kelistrikan ditetapkan pemerintah.

“Bila harga batu bara bisa efisien dan harga listrik kompetitif diharapkan industri domestik tumbuh karena ada faktor competitive advantage di harga energi listrik,” kata Tumiran kepada Dunia Energi, Senin (26/2).

Menurut Tumiran, dengan tumbuhnya industri maka dengan sendirinya akan mempercepat penciptaan lapangan kerja, menghasilkan produk jadi yang bisa mensubstitusi impor atau bahkan bisa ekspor.

“Jika berjalan ekonomi tumbuh berbasis produktivitas, devisa menguat dan lapangan kerja tercipta,” tukasnya.

Tumiran menambahkan pengaturan harga batu bara harus berpikir untuk jangka panjang yang mempertimbangkan empat aspek utama. Pertama, pengusaha batu bara harus tumbuh dan sustain, perusahaan listrik tumbuh kuat, sustain dan bisa memiliki finansial untuk ekspansi dan merawat sistem.

“Hilirisasi untuk memperoleh nilai berbasis produktivias dapat tumbuh untuk meningkatkan daya saing bangsa,” kata dia.

Sejauh ini salah satu opsi yang terkuat untuk dijadikan sebagai skema penetapan harga DMO batu bara adalah batas atas batas bawah.

Fahmy Radhi, pengamat ekonomi dari Universtas Gadjah Mada, mengatakan pembahasan bersama antara pemerintah dan PLN mengungkapkan kajian penggunaan batas atas dan bawah sudah diterima. Awalnya batas bawah dipatok US$60 per ton, dan batas atas ditetapkan US$70 per ton. Namun usulan tersebut ditolak para pelaku usaha pertambangan yang menginginkan harga batas atas lebih dari US$70 per ton. Namun akhirnya yang dikaji kemudian adalah batas bawah yang menjadi US$65 per ton.

“Sebentar lagi saya kira akan segera disahkan pemerintah, US$ 65 dan US$ 70 per ton,” tandas Fahmy.(RI)