JAKARTA – Badan Pengatur Hilir (BPH Migas) gerah dengan banyaknya laporan masyarakat mengenai dugaan kecurangan yang dilakukan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Untuk itu sejak Oktober ini akan dilakukan Operasi Patuh Penyalur (OPP) yang bertujuan meningkatkan kepatuhan para penyalur resmi SPBU serta memastikan produk-produk BBM yang diperjualbelikan Lembaga Penyalur (SPBU) telah sesuai dengan standar yang telah ditentukan pemerintah.

“Agar masyarakat tidak dirugikan dalam mendapatkan BBM, khususnya dari sisi takaran,” kata Ibnu Fajar Anggota Komite BPH Migas di Jakarta (5/10).

Lebih lanjut dia menyatakan masyarakat berhak ikut mengawasi dengan melaporkan segala bentuk potensi kecurangaan yang dilakukan SPBU.

“Meningkatkan peran serta masyarakat dalam memberikan laporan dugaan pelanggaran aturan yang dilakukan oleh Lembaga Penyalur (SPBU),” kata dia.

Sanksi yang disiapkan kepada SPBU membandel terutama yang menyalurkan BBM subsidi atau penugasan memang tidak main-main. Dalam pasal 55 UU Migas No 22 Tahun 2001 menyatakan setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.

Dalam OPP yang dilakukan bersama dengan pihak Kepolisian dan Direktorat Metrolog Kementerian Perdagangan ada beberapa pengawasan yang dilakukan yakni kelengkapan perizininan SPBU, spesifikasi BBM yang dijual di SPBU, Tera dispenser SPBU serta Keselematan dan Kesehatan Kerja dan pengelolaan lingkungan.

Menurut Ibnu, Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan langsung turun tangan jika ada permasalahan tentang izin usaha.

“Kalau ada SPBU yang belum memiliki izin itu bukan wilayah kami. Kami hanya yang berizin, kita bekerjasama dengan ditjen Migas yang memang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin,” tandas Ibnu.(RI)