JAKARTA – Pengembangan energi nuklir menjadi pembangkit listrik masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan.  Padahal, berdasarkan simulasi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2014, untuk mencapai target porsi energi baru terbarukan 23% pada 2025, dibutuhkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan kapasitas 5.000 megawatt (MW).

“Tantangan tersebut di antaranya penolakan masyarakat (resistansi tinggi) dengan masalah keamanan dan kehandalan,” kata Dadan Kusdiana, Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Selasa(13/9).

Faktor lain, lanjut dia, perlu sosialisasi secara masif untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa teknologi nuklir sudah terbukti dan handal dengan masa waktu kerja yang sama.

“Pengembangan PLTN juga memerlukan dukungan politik dan komitmen kuat,” kata Dadan.

Rencana Umum Ketenagalistrikan (RUKN) 2015 – 2024 memproyeksikan pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 5.900 MW per tahun. Sedangkan kemampuan PT PLN (Persero) sebesar 4.200 MW per tahun.

Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional memproyeksikan antara lain tambahan pembangkit baru sekitar 6, 2 gigawatt (GW) per tahun dan porsi untuk energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025. Namun target tersebut sulit dipenuhi jika hanya mengandalkan dari pembangkit berbasis energi fosil dan energi baru terbarukan.(RA)