JAKARTA- Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menyelenggarakan IATMI Business Forum bertitel Government and Industry Collaboration on Upstream and Downstreeam Gas Business di Jakarta, Senin (16/10).

Event ini menghadirkan 10 orang panelis dari tiga sektor, yaitu downstream, midstream, dan upstream ditambah regulator, yaitu SKK Migas, BPH Migas, dan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Diskusi dipandu oleh Hendra Jaya, mantan CEO PT Pertamina Gas, anak usaha PT Pertamina (Persero). Para panelis yang tampil antara lain Wakil Kepala SKK Migas Sukandar, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Ditjen Migas Tugas, Komisioner BPH Migas Jugi Prajugio, CEO PT Medco Energi International Tbk Hilmi Panigoro, CEO PT Pertamina EP Nanang Abdul Manaf, dan Wakil Ketua Kadin Achmad Widjaya.

 

Nanang Abdul Manaf, CEO PT Pertamina EP (kanan) menerima cinderamata dari Ketua IATMI Prof Dr Ir Tutuka Ariadji. (Foto: Dudi Rahman)

 

Berikut simpulan sekaligus rekomendasi IATMI Business Forum yang berlangsung selama sekira tiga jam tersebut.

Pertama, SKK Migas menjamin pasokan gas untuk konsumen di dalam negeri karena produksi gas saat ini mencapai 7.500 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Konsumen gas di dalam negeri (PLN dan industri) tidak perlu khawatir soal pasokan gas. Apalagi pada 2018 ada puluhan kargo LNG yang belum terjual karena ada pasokan gas dari sejumlah lapangan selain ekspor ke Singapura yang masih rendah.

Kedua, SKK Migas meminta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk efisien dalam pembiayaan di sektor hulu migas dan memercepat pengajuan Plan of Development (POD).

Ketiga, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM menetapkan aturan soal alokasi gas, untuk BUMN melalui penunjukan langsung dan non-BUMN melalui proses lelang. Aturan yang diterbitkan pemerintah diharapkan bisa lebih sinkron
untuk menjamin keberlanjutan bisnis gas dari hulu ke hilir.

Keempat, Ditjen Migas Kementerian ESDM mendukung kebijakan efisiensi dilakukan untuk downstream, upstream, dan midstream. Setelah itu pemerintah memberikan insentif kepada semua pelaku bisnis tersebut. Pemerintah juga akan memperhatikan masukan dari pelaku bisnis dalam merumuskan kebijakan pemerintah bisa berjalan dengan baik dan applicable di lapangan.

Kelima, trilema gas domestik saat ini, yaitu supply side, demand side, dan infrastruktur. BPH Migas perlu menjembatani supply side dengan demand melalui pembangunan gas pipa.

Keenam, KKKS menyarankan kepada pemerintah untuk menurunkan tax dan juga menentukan pilihan apakah gas sebagai motor penggerak perekonomian nasional ataukah gas sebagai sumber pendapatan.

Ketujuh, KKKS sebagai upstream producer berupaya memproduksi gas sebanyak mungkin untuk menumbuhkan cadangan dengan cost rendah, tapi tetap harus memperhatikan Health, Safety, Security Enrvirontment (HSSE) untuk bisa menurunkan price gap.

Kedelapan, investasi KKKS dalam kegaitan eksplorasi dan produksi gas sangat besar apalagi kegiatan mendapatkan discovery bukan perkara mudah sehingga menjadi tantangan untuk mendapatkan cadangan gas.

Kesembilan, KKKS mendorong pemerintah memberikan insentif tidak hanya marginal oil tapi juga marginal gas, selain revisi Permen No 45 Tahun 2017 soal harga gas untuk listrik yang diambil dari wellhead.

Kesepuluh, dari sisi midstream, masalah pasokan gas harus dilihat dari perspektif holistik, bukan hanya di hulu dan hilir, tapi juga kesiapan offtaker.

Kesebelas, perlu kebijakan government tax yang mendorong industri gas berkembang agar sinergitas downstream-midlestream-upstream yang terjadi saat ini bisa terus berlanjut. Seluruh pemangku kepentingan di industri gas berupaya menjalankan bisnis secara efisien, akuntabel, dan transparan.

Keduabelas, industri trading gas perlu margin yang memadai untuk pengembangan pipa dan teknologi apalagi konsumen trading gas adalah konsumen level kecil.

Ketigabelas, industri trading gas setiap saat berpacu karena otoritas pemerintah di bisnis upstream sangat powerfull dalam negosiasi bisnis.

Keempatbelas, dari sisi pengguna, PLN sebagai pengguna gas terbesar domestik berharap ada opportunity berupa proteksi dan efisiensi dari sisi hulu sehingga bisa menurunkan biaya pokok produksi PLN. Apalagi delapan tahun ke depan, total kapasitas pembangkit gas PLN mencapai 15 ribu megawatt dengan kebutuhan gas sebanyak 2.300 MMSCFD.

Kelimabelas, tantangan bagi pengguna gas bagi PLN adalah security of supply karena kontrak harus berjangka panjang, flexibility of supply yang harus memiliki infrastruktur gas berupa pipa atau LNG yang variatif, dan cost efficiency berupa efisiensi harga. Kebijakan Seven-Eleven (711) diharapkan bisa menarik bagi penggguna gas sehingga harga jual listrik ke konsumen tidak terlalu besar yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. (DR/RA)