JAKARTA – Kementerian ESDM kembali menegaskan bahwa belum ada perpanjangan kontrak dengan Freeport. Penegasan ini diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri ESDM Said Didu saat temu wartawan hari ini jumat (15/1) di Jakarta. Saat ini Pemerintah memberikan sinyal positif untuk perpanjangan, hal ini diperlukan untuk persiapan investasi jangka panjang PT Freeport Indonesia sebesar US$18 miliar.

“Kenapa harus sekarang? bila perpanjangan dilakukan dua tahun sebelum kontrak habis, pihak Freeport bisa menghentikan operasional. Sebab tidak ada kepastian bagi investor untuk menjalankan usaha dengan nilai investasi yang besar” tegas fans berat klub sepakbola Manchester City itu.

Pemerintah Indonesia saat ini sedang melakukan revisi PP No.77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam peraturan itu disebutkan divestasi dilakukan pada tahun pertama setelah diundangkannya PP tersebut. Adapun PP 77 diundangkan pada 14 Oktober 2014.

Pada saat ini pemerintah telah memiliki 9,36 persen saham Freeport Indonesia atau dikenal dengan saham dwi warna (saham Merah Putih). Berdasarkan PP 77 itu, Freeport yang memiliki kegiatan pertambangan bawah tanah (underground mining) berkewajiban untuk melakukan divestasi sebesar 30%.

Masih dalam PP tersebut, Freeport harus melepas 20 persen sahamnya mulai Oktober ini. Lantaran pemerintah telah memiliki 9,36%. maka Freeport melepas 10,36% saham. Sedangkan 10 persen sisanya ditawarkan pada tahun kelima setelah diundangkannya PP 77 tersebut.

Proses penawaran ini masih dibahas di tataran pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Bila berminat, tentunya akan masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Opsi selanjutnya, adalah pengambilan saham melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Kalau nggak disuntik negara, tidak mungkin. Ada tidak dimasukkan PMN (penyertaan modal negara), saya lihat juga tidak ada. Saya berharap BUMN harus membahas serius saham Freeport, karena memang harus dibahas,” kata Said.

Kemudian adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD bisa saja memiliki dana dengan bekerjasama dengan pihak swasta.

Pilihan terakhir adalah memberikan kepada swasta atau melantai di bursa efek Indonesia, lewat mekanisme Initial Public Offering (IPO). Menurut Said, opsi IPO bisa lebih memungkinkan, karena kepemilikan saham nantinya akan terbuka dan bisa dipantau masyarakat.(LH)