JAKARTA– PT Smelting Gresik, Jawa Timur, yang selama ini mengolah tembaga dari PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, sudah beroperasi kembali setelah sempat tutup selama kurang lebih satu bulan akibat pemogokan karyawan.

“Saya mohon maaf karena smelter pengolah tembaga PT Freeport ini sempat berhenti operasi selama satu bulan lebih. Sungguh peristiwa itu sangat tidak kami harapkan. Sebab, kami tahu bahwa terhentinya produksi tersebut ikut mempengaruhi kinerja ekonomi dan neraca perdagangan Jawa Timur,” kata Presiden Direktur PT Smelting Hiroshi Kondo, dalam keterangan persnya.

Hirosi mengaku berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Gresik dan Jawa Timur yang turut membantu kelancaran operasional kembali satu-satunya perusahaan pengelola konsentrat PT Freeport di Indonesia.

Selama ini, kata Hirosi Kondo, PT Smelting berkontribusi terhadap neraca perdagangan Jatim karena 60% dari total produksi Katoda Tembaga PT Smelting diekspor ke luar negeri.

Sementara itu, 40% produk diserap industri dalam negeri, dan juga memasok 100% kebutuhan asam sulfat (acid) untuk perusahaan pupuk yang ada di Gresik.

“Perusahaan kami telah mengolah bahan baku alam yang diambil dari bumi Indonesia. Ini artinya, keberadaan pabrik ini telah memberi nilai lebih bagi sumberdaya alam yang begitu kaya di negeri ini,” ujar Hiroshi.

Dia mengaku, PT Smelting sebenarnya sudah beroperasi lagi sejak 1 Maret 2017, dan diharapkan kembali mampu berkontribusi terhadap perekonomian Jatim maupun Indonesia.

“Sebagai perusahaan yang telah beroperasi di sini selama 20 tahun, tentu kami berkomitmen dan berpegang teguh kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini,” katanya.

Antonius Prayoga, Plan Manager PT Smelting, menjelaskan Smelter yang beroperasi sejak 1998 ini mempunyai kapasitas produksi 300 ribu ton katoda tembaga per tahun, dan dari jumlah produksi tersebut 40% terserap di dalam negeri, sedangkan 60% diekspor ke luar negeri.

Selama ini, kata Antonius, salah satu produk Smelting Gresik berupa asam sulfat (Acid) langsung disalurkan ke Petrokimia Gresik sebagai bahan baku pupuk, dengan total pasokan 700 sampai 900 ribo ton acid ke Petrokimia Gresik, yang disalurkan melalui pipa sepanjang 4 km di Gresik.

Sedangkan produk lain PT Smelting berupa coper slag atau semacam limbah padat smelter juga diserap pabrik semen yang ada di Jatim, dan digunakan sebagai pengganti pasir besi.

“Jadi, tidak ada limbah smelter yang tersisa, sebab semuanya berguna untuk industri lainnya,” katanya.

Sementara itu, PT Smelting Gresik mayoritas sahamnya dimiliki Mitsubishi Jepang, dengan produk yang banyak digunakan di seluruh dunia.

Sebelumnya, perusahaan tersebut mengalami masalah kontrak kerja dengan para karyawannya, sehingga menghambat kinerja, dan manajemen memutuskan untuk menutup operasional pabrik sementara yang berakibat terhentinya produksi.

Manajemen perusahaan juga tidak mau menjelaskan secara rinci masalah kontrak kerja yang terjadi, serta berapa kerugian akibat berhentinya produksi, namun berharap agar masalah itu tidak terjadi lagi ke depannya, karena akan mempengaruhi kinerja ekonomi dan neraca perdagangan Jawa Timur. (DR)