JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) mengusulkan pembentukan badan usaha khusus yang menjadi otoritas hulu minyak dan gas dan terpisah dari PT Pertamina (Persero). Pembentukan badan usaha khususnya diajukan dalam Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas.

“Badan usaha khusus nantinya akan mengatur kegiatan hulu minyak dan gas bumi di Indonesia dengan kewenangan pengusahaan, seperti menjual minyak dan gas bumi bagian negara secara langsung. Serta melakukan investasi di blok migas secara langsung sesuai amanat amar putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Sampe L. Purba, Penasihat Ahli Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Jakarta, Kamis (3/8).

Menurut Sampe, pengelolaan hulu minyak dan gas bumi sebaiknya terpisah dari Pertamina sebagai BUMN karena bertujuan meningkatkan eksplorasi, menjaga efisiensi dan menerapkan prinsip good corporate governance yang transparan.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan kerangka dan draf revisi UU Migas bisa dituntaskan pada tahun ini. Pemerintah dalam usulannya mengajukan untuk memperkuat PT Pertamina (Persero) di sektor hulu melalui pembentukan holding BUMN dan menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) di dalamnya.

Selain itu, SKK Migas akan berubah menjadi BUMN khusus yang mewakili pemerintah sebagai partner dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). BUMN khusus nantinya akan mengurusi business right, sementara mining right berada di tangan pemerintah.

Erwin Usman, Ketua DPP Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Bidang ESDM, mengatakan saat ini ada dua kutub dalam revisi UU migas terkait kelembagaan hulu migas yaitu menggabungkan fungsi SKK Migas didalam Pertamina atau membentuk Badan Usaha Khusus yang terpisah dari Pertamina.

“Dinamika ini perlu dicermati secara matang agar keputusan yang diambil berpihak kepada Ketahanan Energi yang Pro Rakyat, karena itu kita harus benar-benar mengawal dan terlibat dalam revisi undang-undang migas kali ini,” ungkap dia dalam keterangan tertulisnya.

Bambang Dwi Djanuarto, Ketua Bidang Hubungan Eksternal SKK Migas, menegaskan dari sisi pekerja yang terpenting dalam revisi undang-undang migas kali ini adalah jaminan terhadap hak-hak pekerja, seperti yang ada dalam undang-undang otoritas jasa keuangan.

“Kami ingin dalam pasal peralihan, ada klausul yang menyatakan bahwa pekerja yang akan menjadi pegawai di lembaga atau organisasi baru atau BUMN baru untuk mengelola hulu migas haruslah pekerja SKK Migas karena sudah memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam mengelola hulu migas,” ungkap dia.

Menurut Bambang, jika menempatkan pekerja baru untuk lembaga baru tersebut maka akan ada dua biaya yang dikeluarkan pemerintah, yaitu biaya pesangon dan biaya mendidik pekerja baru yang sangat mahal sekali.

Selain itu, lanjut dia, jaminan pekerjaan itu akan menjadi alat untuk mengantisipasi gejolak sosial yang timbul akibat persoalan tenaga kerja eks SKK Migas nanti. “Kita ingin iklim politik nasional stabil, iklim investasi stabil dan tidak ada gejolak atau demonstrasi dari pekerja SKK Migas,” kata Bambang.(RA)