Kegiatan bioremediasi Chevron.

JAKARTA – Dua pegawai Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersaksi di persidangan kasus bioremediasi, dan menyatakan bahwa proyek lingkungan PT Chevron Pacific Indonesia itu tidak menyebabkan kerugian pada keuangan negara.

Dua pegawai SKK Migas itu adalah Medi Apriandi selaku Kepala Dinas Konsolidasi & Pelaporan SKK Migas, dan Widhi Santoso selaku Kepala Dinas Pengitungan Bagian Negara 1 SKK Migas. Keduanya dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum di persidangan dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus bioremediasi pada Rabu, 1 Mei 2013, dengan terdakwa karyawan Chevron, Widodo.  

Di hadapan Majelis Hakim, Medi mengatakan bahwa tidak ada pelanggaran hukum dalam proyek bioremediasi Chevron. Sebagaimana diketahui, proyek bioremediasi tersebut sudah melewati proses yang komprehensif untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Selain itu, dalam menjalankan proyek bioremediasi itu, Chevron juga sudah mendapatkan persetujuan dari SKK Migas atas WP&B (Work Programming and Budgeting). Medi menambahkan, tidak ada laporan sama sekali dari SKK Migas yang menyatakan bahwa kegiatan bioremediasi Chevron menyebabkan kerugian negara.

Hal serupa juga di terangkan oleh Widhi. Ia bersaksi bahwa tidak pernah menemukan masalah tentang kegiatan bioremediasi Chevron. Widhi juga menerangkan, semua Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) harus mengajukan laporan WP&B terlebih dahulu kepada SKK Migas dan harus disetujui oleh SKK Migas sebelum melakukan kegiatan lebih lanjut.

Sontak kesaksian dua pegawai SKK Migas itu, membuat keluarga terdakwa baik dari karyawan Chevron maupun terdakwa dari kontraktor Chevron, tercengang. Mereka mengaku tak habis pikir, sanak kerabatnya sampai harus dijadikan terdakwa dan meringkuk di tahanan Kejaksaan Agung, untuk suatu kasus yang tidak ditemukan unsur pelanggaran maupun kerugian negara di dalamnya.

Corporate Communication Manager Chevron, Dony Indrawan dalam tanggapan tertulisnya membenarkan bahwa tidak ada temuan audit oleh SKK Migas, BPKP dan BPK terkait dengan proyek bioremediasi ini  dalam periode 2006-2011 yang menimbulkan kerugian negara, seperti dituduhkan Kejaksaan Agung. Dalam persidangan sebelumnya saksi dari Kementerian Lingkungan hidup pun telah menjelaskan, proyek bioremediasi Chevron taat hukum.

“Mengingat proyek bioremediasi merupakan proyek yang dinaungi PSC (Production Sharing Contract) migas, mestinya hanya SKK Migas dan lembaga pemerintah yang berperan dalam persetujuan dan audit saja, yang menjadi rujukan jika ada hal-hal yang dipertanyakan. Kami percaya bahwa majelis hakim dan publik dapat melihat fakta-fakta ini,” ujar Dony di Jakarta, Kamis, 2 Mei 2013.

Ia pun mengaku prihatin, tuduhan adanya kerugian negara yang disampaikan jaksa penuntut umum, tidak berasal dari proses audit yang benar dan oleh pihak yang berwenang seperti BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

Sementara perhitungan kerugian negara yang disampaikan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) atas permintaan Kejaksaan Agung, hanya didasarkan pada keterangan ahli Edison Effendi. Di persidangan pun terungkap, Edison Effendi adalah pihak yang pernah kalah dalam tender proyek bioremediasi Chevron, sehingga kasus ini sangat kental muatan konflik kepentingan.

(Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)