JAKARTA-Aksi illegal drilling masih marak terjadi. Peraturan daerah (Perda) yang membolehkan kegiatan eksploitasi minyak dijadikan tameng untuk melakukan aksi haram mereka. Jika peraturan daerah hanya dijadikan tameng untuk memuluskan aksi illegal drilling, sebaiknya keberadaan perda tersebut ditinjau ulang. Hal tersebut disampaikan Kepala Bagian Humas, Satuan Kerja Hulu Migas (SKK Migas), Rudianto Riambono, dalam acara temu wartawan di Jakarta hari ini (Rabu,1/10).Seperti diketahui, pemerintah kabupaten Musi Banyuasin mengeluarkan Peraturan daerah (Perda) nomor 26 tahun 2007 tentang pemanfaatan sumur tua.

 

“Saya belum tau pasti seperti apa perda terkait kegiatan eksploitasi migas di sumur tua oleh koperasi atau BUMD, tapi jika itu dijadikan modus, harusnya bisa dilihat kembali,” ungkap Rudi.

 

Rudi yang pernah bertugas sebagai Kepala Perwakilan SKK Migas di Sumatera bagian Selatan ini, menjelaskan kegiatan illegal drilling atau illegal tapping memang marak terjadi khususunya di wilayah Sumatera Selatan.  Saat bertugas di wilayah tersebut, ia mengaku SKK Migas sudah menjalin kerjasama dengan penegak hukum dan instansi terkait untuk melakukan sosialisasi. Dari beberapa kasus yang terungkap, ternyata pelaku bukan berasal dari masyarakat setempat, tetapi dilakukan oleh jaringan yang cukup profesional.

 

“Ini (illegal drilling dan illegal tapping) adalah PR bersama. Harus kerja bareng. Jangan lagi ada dikotomi atau ego sektoral. Semua pihak yang terkait harus bekerjasama,” terang pria yang mulai masuk ke sektor migas pada 90-an ini.

 

Lebih jauh ia berharap, upaya untuk memanfaatkan sumur tua yang tidak secara ekonomis dikelola perusahaan migas dan diberikan kepada koperasi atau BUMD, jangan sampai disalahmanfaatkan sebagai benteng untuk melakukan aksi yang tidak saja merugikan negara tetapi juga membahayakan lingkungan.