JAKARTA – Puluhan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), baik besar maupun kecil masih menunggak kewajiban (utang) terhadap pemerintah. Total utang yang harus dibayarkan KKKS ke pemerintah mencapai US$400 juta. Jumlah tersebut adalah hasil perhitungan dari jumlah komitmen kepastian (firm commitment) dan bonus tanda tanda tangan (signature bonus) dari kontraktor setelah memenangkan tender wilayah kerja migas.

Budi Agustyono, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), mengatakan SKK Migas sudah melakukan penagihan terhadap oknum KKKS yang masih menunggak, termasuk mengirimkan surat penagihan melalui Kedutaan Besar asal domisili perusahaan atau kontraktor.

“Kita tagih melalui Kedubesnya, ada banyak negara di antaranya kita sudah menyurati ke Kanada lalu Meksiko,” kata Budi. Hingga saat ini sudah sekitar 12,5% dari tunggakan tersebut sudah berhasil ditagih SKK Migas.

Menurut Budi, ada beberapa kesulitan yang dialami SKK Migas dalam melakukan penagihan lantaran blok tersebut sudah memasuki masa terminasi kontrak atau sudah habis kontrak. Apalagi tidak sedikit juga kontraktor yang mengaku telah membayar sesuai dengan versi perhitungan sendiri, seperti sudah disrtujui seluas 1.000M2 sebagai area untuk melakukan kegiatan eksplorasi tapi yang digunanakan kurang dari luas yang disepakati. Kontraktor kemudian mengklaim hanya akan membayar sesuai dengan area yang digunakan.
“Kontraktor itu membayar dengan versinya sendiri. Beberapa kontrak itu sudah terminasi, tapi kewajibannya belum,” kata dia.
M.I. Zikrullah, Wakil Kepala SKK Migas, mengungkapkan ada satu mekanisme yang coba akan dikaji bersama pemerintah untuk jadi solusi dalalm penagihan adalah memindahkan pekerjaan dari satu blok ke blok lain.

Jadi bagi kontraktor yang mempunyai tunggakan bisa membayar utangnya melalui kegiatan pengeboran. Dengan begitu juga bisa menambah volume kegiatan eksplorasi. “Dengan begitu kan eksplorasi jadi tambah,” ungkapnya.

Namun Zikrullah menambahkan mekanisme yang disulkan KKKS masih harus dibahas bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) karena kegiatan tersebut harus berdasarkan kontrak.
“Yang jadi masalah kan tidak ada dalam kontrak, makanya masih harus dibahas dulu nanti dengan pak menteri,” tandasnya.(RI)