JAKRTA – Meski pengebaran sudah dilakukan sejak dulu, Indonesia belum mempunyai desain sumur yang baku. Desain pengeboran bergantung pada KKKS masing-masing. Semuanya mengklaim yang paling benar karena mengacu best practices.

Kondisi ini berimplikasi pada bujet yang tidak seragam yang semuanya harus diganti negara melalui mekanisme cost recovery. Untuk blok yang sama, yang diajukan kontraktor bisa berbeda, Yang paling ekstrem kejadian di Blok Cepu Exxon mobil, misalnya menghabiskan dana 20 juta dolar untuk setiap pengeboran, sedangkan PPEJ 7 jutga, dan Pertamina hanya menhabiskan 5 juta.

“SKK Migas Belum mengatur desain Sumur di Indonesia seperti apa sehingga angka yang diajukan kontraktor berbeda,” ujar Ketua Dewan Pakar Untuk Driling IATMI, Hendrazid kepada Dunia-Energi.
Untuk menghindari kesimpangsiuran itu, harus segera dibakukan desain sumur Indonesia. “IATMI meminta SKK Migas untuk segera membikin aturan yang jelas tentang desain sumur,” ujarnya. Di dunia ini, terkait dengan hal tersebut, ada dua mazhab yang menjadi kiblat perusahaan migas dalam pengeboran , yakni mazhab Amerika dan Eropa. Keduanya menitikberatkan pada masalah safety

Tak sekedar meminta, IATMI bersedia berkeringat membantu merumuskan. Untuk keperluan itu, organisai profesi ahli perminyakan itu menggelar beberapa kali workshop. “Kita kumpulkan pakar-pakar drilling dari KKKS, Kita lepaskan baju perusahaan masing-masing demi Indonesia,” ujar Hendrazid. Berbagai hal dibicarakan dan dikerucutkan menjadi usulan. Misalnya, untuk kedalaman tertentu kekuatan chasing yang dibutuhkan berapa biar bisa menahan pressure dari dalam sumur.

“Usulan dari IATMI sudah kita kirim. Mudah-mudahan SKK Migas segera memutuskan ,” ujar Hendrazid. Dengan desain sumur tersebut, tragedi pengeboran, seperti kasus Lapindo yang sampai sekarang belum terselesaikan diharapkan tak terulang lagi di tempat lain.  (HT/dunia-energi@yahoo.co.id