JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menandatangani nota kesepahaman dengan Indonesia Iron & Steel Industry (IISIA) atau asosiasi industri besi dan baja Indonesia dalam penggunaan baja bagi industri hulu migas nasional.

Salah satu poin kesepakatan adalah menyepakati rumusan untuk duduk bersama dalam menetapkan harga baja.

Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas, mengungkapkan penetapan harga baja merupakan kesepakatan yang paling lama dirumuskan antara SKK Migas dan para pelaku usaha industri baja. Seiring kesepakatan tersebut kedua pihak setuju untuk duduk bersama guna merumuskan harga yang wajar dan tidak merugikan, baik bagi industri baja maupun kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

“Alhamdulilah ketemu harganya berapa, kalau terlalu tinggi (harga baja) cost recovery naik, kalau terlalu rendah pabrik besi baja dan pipa tidak bisa survive. Setelah didapat kesepakatan harga akan dirumuskan. Faktor yang menentukan harga apa saja didiskusikan,” kata Amien usai penandatanganan nota kesepahaman antara SKK Migas dengan Asosiasi Baja di kantor SKK Migas, Jumat  (9/11).

Menurut Amien, komponen penetapan harga yang paling utama adalah harga baja internasional. Serta ada tambahan komponen lainnya yang nanti akan dibahas bersama, sehingga akan ada range harga sesuai dengan jenis dan tingkat kualitas baja yang dibutuhkan.

Kondisi sebelumya sering tidak ada titik temu saat negoisasi antara industri hulu migas dan industri baja nasional, sehingga muncul baja impor dengan harga yang lebih murah. Ujung-ujungnya tidak ada baja dalam negeri yang digunakan.

“Sebagai penjual ingin harga tinggi. Hulu migas ingin harga rendah. Pada posisi tidak ada titik temu, ada yang bawa baja impor harganya murah. Jadi setelah dilihat tidak bagus juga (kualitasnya),” ungkap Amien.

Selain harga, ada dua poin lain yang harus diperhatikan para pelaku industri baja nasional, yakni masalah kualitas dan delivery. Kualitas harus dipenuhi serta delivery yang tepat waktu.

“Karena bisnis migas long term, jadi yang diperlukan delivery karena timing di hulu migas value of money besar kalau timing meleset,” kata Amien.

Silmy Karim, Ketua IISIA menegaskan harga dan kualitas dari industri baja nasional sebenarnya sudah tidak menjadi isu utama. Namun lebih pada kemauan dari para pelaku industri hulu migas dalam pemanfaatan baja nasional.

Selama ini, kata Silmy, praktek kecurangan kerap terjadi sehingga membuat baja impor lebih murah. Padahal jika mengacu pada harga baja internasional seharusnya harganya tidak berbeda jauh.

“Yang nakal itu bermain di bea dan rebate. Bisa murah 20% -30%, tapi caranya curang,” kata Silmy.(RI)