JAKARTA – PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu akan segera melakukan evaluasi terhadap investasi pengelolaan Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang baru diserahkan sepenuhnya oleh pemerintah. Evaluasi termasuk penyusunan work program and budget (WPNB) 2017 yang harus diubah menyusul pemberlakuan skema kontrak migas baru, yakni gross split.

Gunung Sardjono Hadi, Presiden Direktur PHE, mengatakan WPNB Blok ONWJ sudah disusun, namun masih menggunakan skema PSC cost recovery, untuk itu harus ada penyesuaian terutama dari sisi efisiensi biaya sebagai dampak dari penerapan skema baru.

Kajian penyesuaian biaya produksi akan segera dilakukan bersama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). “Investasi pasti berubah, kita akan coba untuk efisiensi,” ujar Gunung kepada Dunia Energi di Jakarta.

Kontrak pengelolaan Blok ONWJ pertama kali ditandatangani pada 18 Agustus 1966 dengan periode efektif mulai 19 Januari 1967 hingga 18 Januari 1997. Selanjutnya, pada 23 April 1990 dilakukan amendemen dan perpanjangan kontrak dengan periode efektif 19 Januari 1997 hingga 18 Januari 2017. Cadangan minyak WK ONWJ sebesar 309,8 juta barel oil ekuivalen dan 1.114,9 miliar standar kaki kubik gas.

Gunung menambahkan, penerapan gross split memang menjadi tantangan besar bagi Pertamina. Salah satu poin efisiensi yang menjadi fokus adalah terkait pengadaan barang dan jasa yang selama ini ditentukan SKK Migas akan dievaluasi dengan tetap perhatikan aspek HSSE.

“Sekarang kita lihat apa perlu standarnya tinggi. Kalau bisa disesuaikan standar tidak tinggi, tapi safety-nya masuk, kenapa tidak, kita akan lihat,” katanya.

Menurut Gunung, efisiensi yang dilakukan diyakini tidak akan menganggu kinerja produksi blok ONWJ. Kalaupun terjadi potensi decline atau penurunan produksi karena sifat alami sumur, PHE berupaya agar penurunan tidak lebih dari 15 persen dari angka produksi saat ini. Produksi Blok ONWJ pada 2016 rata-rata sebesar 38 ribu barel per hari (bph) minyak dan produksi gas rata-rata sekitar 180 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

“Kita akan revisi WPNB. Ada rencana kerja kita lihat bagaimana kurangnya biaya tidak akan mengurangi produksi,” kata dia.

Seiring dengan penerapan gross split Pertamina tentu akan lebih mempertimbangkan penggunaan komponen dalam negeri. Selain memiliki kualitas yang mumpuni dan harga lebih kompetitif tentu bisa bermanfaat dalam mengejar insentif yang sudah diatur dalam aturan baru.

“Kita dahukulan potensi dalam negeri kan lebih murah. Jadi TKDN kita tingkatkan, syukur-syukur jika nanti juga mendapatkan split. Dari sisi harga juga kompetitif, ada dua kan kan jadinya yang kita kejar untuk harga kompetitif, dan project-project baru kan untuk bisa tambahan insentif,” ungkap Gunung.(RI)