JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berencana menawarkan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split kepada para calon pemenang lelang wilayah kerja (WK) minyak dan gas 2016 yang masih menggunakan skema cost recovery. Hal tersebut mengacu pada regulasi baru, yakni Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 8 Tahun 2017 yang mewajibkan kontrak baru menggunakan skema gross split.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengungkapkan pemerintah akan mencoba menawarkan skema gross split kepada bidder lelang WK migas. Sampai saat ini penawaran tersebut masih dalam pembahasan tim internal pemerintah dan akan diserahkan hasilnya kepada pemenang lelang.

“Iya memang ada pembahasannya, kita akan coba tawarkan ke pemenang lelang nantinya,” kata Wiratmaja, baru-baru ini.

Dia mengakui pelaksanaan lelang pada tahun ini masih terpengaruh kondisi harga minyak dunia beberapa tahun ke belakang. Sehingga hanya terdapat satu bidder terhadap lelang WK migas yang akan memasuki tahapan finalisasi akhir.

Pemerintah pada tahun lalu melelang total 14 WK konvensional, terdiri dar tujuh WK yang ditawarkan melalui penawaran langsung dan tujuh WK yang ditender secara reguler. Empat WK memiliki peminat dan mengambil dokumen tender untuk penawaran langsung. Namun kemudian hanya ada tiga WK yang diminati karena untuk satu WK lainnya tidak ada pengembalian dokumen penawaran.

Selanjutnya dari tiga WK yang diminati, melalui berbagai tahapan seleksi dan pertimbangan pemerintah menetapkan hanya ada satu WK migas yang memasuki seleksi tahap akhir dan pemenangnya akan diumumkan pada akhir kuartal I tahun ini.

“Kita kan punya tujuh yang direct proposal dan tujuh yang regular tender di semester II 2016. Dari sini proses sedang berjalan, pengumuman akan diumumkan Maret 2017,” kata Wiratmaja.

Untuk lelang tahun lalu memang hanya dari penawaran langsung yang memiliki peminat sedangkan lelang reguler tidak ada peminatnya sama sekali. Hal serupa juga dialami oleh lelang tiga WK migas non konvensional.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan kemungkinan kecil penawaran pemerintah terkait perubahan skema kontrak diterima calon pemenang lelang WK migas. Pasalnya secara regulasi gross split masih menunggu mekanisme pembayaran pajak yang masih dinantikan yakni revisi PP 79 Tahun 2010.

“Kalau yang gross split, PP-nya juga belum keluar terkait pajak. Concern dari IPA di pajak, karena PP 79 juga masih proses,” kata Komaidi saat dihubungi Dunia Energi.

Kondisi tersebut membuat ketidakpastian meningkat bagi para pelaku usaha. Apalagi skema gross split juga masih tidak pasti dicantumkan atau diatur dalam draft revisi UU Migas Nomor 22 Tahun 2001.

Menurut Komaidi, kekhawatiran pelaku usaha memang cukup beralasan karena jika UU tersebut terbit dan regulasi di bawah UU tidak sejalan, maka menjadi tidak berlaku atau juga diubah lagi, hingga gross split kembali berpotensi tidak digunakan.

“Mungkin jadi opsi iya, tapi tidak jadi mandatory, karena dalam UU juga disebutkan, selain cost recovery ada opsi gunakan skema lain,” katanya.

Jaminan yang masih belum pasti akan diberikan pemerintah membuat perubahan atau transisi para kontraktor untuk melirik gross split memang terkesan lambat. Jika saja pemerintah sudah menyiapkan berbagai regulasi pendukung gross split kemungkinan skema tersebut akan menjadi semakin menarik bagi investor.

“Kalau menarik, kontraktor juga akan pilih itu (gross split), tapi ini juga kan belum settle,” tandas Komaidi.(RI)