JAKARTA – Rencana pemerintah untuk ikut serta dalam penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi ataupun penugasan yang sebelumnya menjadi otoritas perusahaan mulai mendapatkan respon.

PT Shell Indonesia menilai perlu ada kajian lebih lanjut sebelum benar-benar menjalankan kebijakan tersebut. Karena bagaimanapun kebijakan tersebut akan berdampak pada kondisi iklim berinvestasi di Indonesia yang saat ini menjadi concern pemerintah

Wahyu Indrawanto, Direktur Retail PT Shell Indonesia, mengungkapkan Shell telah menyampaikan tanggapan dan masukan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Shell pada prinsipnya, kepastian untuk dapat menjual jenis BBM umum sesuai dengan harga keekonomian adalah hal yang sangat mendasar.

“Ini untuk menjaga iklim investasi dan kelangsungan usaha di bidang pendistribusian jenis BBM umum dari Shell,” kata Wahyu, Rabu (18/4).

Shell juga menegaskan memahami concern pemerintah terkait dampak dari kenaikan harga jenis BBM umum terhadap inflasi.

“Sebagai pelaku usaha di sektor ini yang juga beroperasi di banyak negara, kami mencermati beberapa contoh kebijakan terkait hal ini. Dan kami telah menyampaikannya kepada pemerintah untuk kiranya bisa dipertimbangkan lebih lanjut,” ungkap Wahyu dalam keterangannya via email kepada Dunia Energi.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, menegaskan tidak ada alasan lain dari pemerintah dalam rencana kebijakan ini, selain untuk menjaga daya beli masyarakat.

Skema pengaturan nanti bukan berarti pemerintah akan menetapkan formulasi harga, namun hanya memberikan persetujuan saja. Selain itu, pelaku usaha tetap diprioritaskan akan mendapatkan margin keuntungan. Hanya saja margin tersebut diarahkan tidak terlalu besar pada saat kondisi ekonomi sedang tidak baik.

“Naik boleh, asal minta persetujuan. Kami mengatur bukan penetapan harga loh ya, tidak ada penetapan harga. Harga silahkan, tapi ajukan ke kita dulu,” ungkap Arcandra, akhir pekan lalu.

Menurut Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, rencana pemerintah untuk mengontrol harga BBM nonsubsidi merupakan bentuk inkonsistensi kebijakan. Jika pemerintah ingin mengatur BBM nonsubsidi bisa saja, namun dengan dijadikan subsidi.

“Tapi kalau tidak mampu beri subsidi, ya jangan diatur. Itu kan wilayahnya korporasi,” tukas Komaidi.

Dia menambahkan pelaku usaha seperti Shell maupun Total memiliki portofolio bisnis tidak hanya di Indonesia, sehingga wajar jika manajemen perusahaan melakukan evaluasi terhadap bisnis di Indonesia seiring adanya perubahan kebijakan.

“Bisnis itu yang paling penting kepastian, kalau tidak ada itu mereka tidak akan bisa memproyeksikan untung rugi,” tandas Komaidi.(RI)