JAKARTA – Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) mendesak pemerintah segera melaksanakan keputusan yang tertuang dalam Deregulasi I, Deregulasi III, dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016. Keputusan tersebut untuk meningkatan daya saing industri, menarik investasi ke sektor riil dan menyerap tenaga kerja lebih banyak serta meningkatkan kontribusi industri terhadap PDB.

“Pada awal 2015 harga minyak global yang telah lebih dari US$ 100 per barel turun menjadi US$ 50 per barel dan terus menurun hingga saat ini. Harga gas bumi global juga menurun sedangkan harga gas bumi di Indonesia tidak turun, sehingga produksi industri di Indonesia lebih mahal dari ongkos produksi di luar negeri,” ungkap Achmad Safiun, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas di Jakarta, Senin (9/10).

Menurut Safiun, pada 4 Oktober 2016 Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan harga gas industri sebesar US$ 5- US$6 per MMBTU.

“Sampai saat ini sudah 1 tahun 5 hari, tapi instruksi Presiden belum dilaksanakan,” tukas dia.

Suhat Miyarso, Ketua Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas), mengatakan saat ini harga gas masih berkisar US$9 per MMBTU. Padahal harga gas yang visible untuk industri petrokimia adalah sebesar US$3-US$3,5 per MMBTU.

“Saat ini harga gas tidak memungkinkan untuk industri petrokimia, khususnya olefin,” kata Suhat.

Menurut Safiun, penurunan harga gas dimungkinkan dengan melakukan efisiensi pada sistem distribusi gas serta pengurangan penerimaaan negara bukan pajak (PNBP) gas.

“Kami betul-betul menuntut agar dilaksanakan secara konsisten, karena yang menjanjikan adalah pemerintah sendiri. Menurut perhitungan kami, harga gas yang ideal untuk industri adalah sebesar US$ 6,” tandas Safiun.(RA)