JAKARTA- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta mengkaji ulang keputusan terkait pengelolaan Blok Jambi Merang yang diwajibkan menggunakan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split.

Casdira, Ketua Serikat Pekerja PHE, mengungkapkan sebagian besar blok migas sudah berproduksi rata-rata 20 tahun, memiliki cadangan migas yang sudah menipis, dan laju penurunan produksi yang relatif tinggi, dengan skema gross split risiko dalam berinvestasi tentu meningkat, karena semua biaya pengelolaan seluruhnya ditanggung kontraktor.

“Blok yang akan habis masa kontraknya tersebut akan “dipaksakan” untuk menggunakan skema gross split PSC, tanpa diberi opsi lain, yang sejauh ini dinilai kurang atraktif bagi kontraktor migas,” kata Casadira dalam keterangan resmi yang diterima Dunia Energi, Jumat (28/4).

Blok Jambi Merang adalah salah satu dari delapan blok migas yang telah memasuki masa terminasi atau habis masa kontrak bersama dengan Blok Tuban, Blok Ogan Komering, Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera (SES), Blok NSO, Blok B, Blok Tengah, dan Blok East Kalimantan. Kedelapan blok tersebut sudah diputuskan untuk diserahkan ke PT Pertamina (Persero) dengan wajib memggunakan skema gross split.

Lebih lanjut Casdira sebenarnya mengapresiasi keputusan pemerintah untuk serahkan blok-blok terminasi ke Pertamina karena dengan begitu akan meningkatkan kontribusi produksi minyak kepada negara.
Sejauh ini, Pertamina merupakan National Oil Company (“NOC”) yang memiliki peran paling kecil di sektor hulu migas di dalam negerinya sendiri, yakni sebesar 23%. “Dibandingkan NOC lain di dunia, seperti Malaysia 45%, Statoil 62%, bahkan NOC di Timur Tengah lebih dari 80%,” ungkap dia.
Namun keputusan tersebut diminta juga tidak mengurangi upaya Pertamina mengembangkan blok itu karena biaya yang ditanggung dalam mengelola blok-blok mature dipastikan akan sangat besar yang dikhawatirkan tidak sebanding dengan produksi yang dihasilkan.
Casdira pun meminta manajeman perusahaan tidak diam diri menghadapi kondisi ini. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan segera mencari investor sebagai partner pengelolaan untuk bisa membagi risiko.
“Keterlibatan investor dapat dilakukan melalui mekanisme farm in secara business to business (B to B) dengan perusahaan negara, dengan membayar biaya akuisisi PI sesuai dengan harga pasar,” kata Casdira.

Blok Jambi Merang memiliki cadangan minyak (condensate) 16 juta barel (mmbbl) dan cadangan gas 362 miliar kaki kubik (bcf).
Proses alih kelola blok migas yang habis masa kontraknya bukanlah hal yang baru. Terbukti, Pertamina bukan hanya mampu mengelola dan mengoperasikan blok migas di offshore. Pertamina bahkan mampu meningkatkan produksi blok-blok hasil alih kelola, yaitu di blok ONWJ (offshore Jawa Barat) dan blok WMO (offshore Madura). Selain kedua blok tersebut, Pertamina juga mengelola Blok Siak dan Blok Kampar di Riau yang merupakan blok alih-kelola.(RI)