JAKARTA– Serikat Pekerja PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) mendesak Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno untuk menjelaskan secara gamblang terkait rencana Kementerian BUMN menggabungkan PGE di bawah pengelolaan PLN. Bagus Bramantio, Ketua SPPGE, mengatakan informasi terkait konsep penggabungan PGE ke PT PLN (Persero) masih simpang siur, mulai dari rencana akuisisi, sinergi, maupun chip ini.

“Kami memberi waktu sepekan kepada Menteri BUMN untuk menjelaskan rencana penggabungan tersebut. Jika Menteri BUMN tidak bisa, kami menolak dan meminta Kementerian BUMN untuk bisa menghentikan wacana tersebut,” katanya dalam keterangan resmi.

Bagus mengatakan, sebelum Menteri Rini bisa menjelaskan dengan terang benderang, SPPGE meminta Kementerian BUMN menghentikan proses dan isu pengambilalihan PGE oleh PLN dalam bentuk apapun. SPPGE juga siap melakukan aksi lanjutan yang jauh lebih besar jika ultimatum ini tidak ditanggapi. Apalagi SPPGE dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu sejak awal September 2016 telah melayangkan dua kali surat permohonan untuk bisa bertemu dengan Menteri Rini, namun belum ada respons positif.

Ketidakpastian rencana Kementerian BUMN ini telah meresahkan para pekerja dan mengganggu fokus kerja dari karyawan PGE. Pasalnya, rencana itu kontraproduktif dengan upaya PGE yang ingin mempercepat usaha panas bumi di Indonesia. Berubah-ubahnya konsep pengambilan ini semakin mengindikasikan bahwa konsep penggabungan itu belum matang.

“Kami siap beraudiensi dan memberikan hasil kajian kami bahwa pengambilalihan PGE oleh PLN bukan solusi tepat untuk percepatan pengembangan energi panas bumi di Tanah Air,” jelas dia.

Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) sebelumnya menolak rencana PLN mengakuisisi PGE, anak usaha PT Pertamina (Persero) yang bergerak pada bisnis energi panas bumi. Noviandri, Presiden FSPPB, mengatakan ada tiga alasan yang disampaikan terhadap wacana akuisisi ini.

Pertama, pengambilalihan PGE oleh PLN merupakan upaya untuk menyingkirkan Pertamina dari industri energi dan sekaligus melemahkan Pertamina dalam persaingan dengan perusahaan energi lainnya, terutama dalam energi geothermal yang merupakan energi masa depan. Energi jenis ini sering kali menjadi incaran para investor swasta baik nasional maupun asing.

“Perusahaan-perusahaan asing yang saat ini menjadi pesaing Pertamina di sektor energi seperti Chevron Geothermal Indonesia Ltd, Star Energy, dan perusahaan swasta lainnya berlomba-lomba melakukan investasi dan menguasai cadangan geothermal Indonesia dalam rangka mengincar bisnis ketenagalistrikan,” ucapnya.

Alasan kedua, aset PGE akan menjadi ajang bancakan pemburu rente dengan menggunakan tangan PLN. Apalagi proyek 35 ribu MW bertumpu pada penguasaan sektor swasta terhadap pembangkit listrik melalui strategi dengan pembangkit listrik independent (IPP) sehingga cepat atau lambat aset yang berasal dari PGE akan berpindah ke tangan swasta.

“Alasan ketiga, pengambilalihan aset PGE oleh PLN akan menjadi alat bagi PLN dalam menumpuk utang baru demi menambal utang lama. Apalagi PLN selama ini telah dijadikan sandaran oleh pemerintah untuk menumpuk utang,” katanya. (DR)