JIKA anda berkunjung ke wilayah Blora, Jawa Tengah akan menemui sebuah wilayah dengan karakteristik tanah kering nan tandus yang didominasi kegiatan eksplorasi serta eksploitasi minyak dan gas bumi. Tak banyak yang bisa dilakukan di sebuah wilayah yang kaya akan cadangan migas karena pasti fokus pada kegiatan di industri migas.
Tapi pemikiran itu akan berubah 180 derajat saat anda menginjakkan kaki di desa Ngelo, Cepu, Blora, Jawa Timur. Denyut kehidupan warga di sana tidak hanya ditopang dari kegiatan industri migas, namun juga seni. Adalah kelompok Batik Pratiwi Krajan yang tiba-tiba mencuri perhatian saat berkunjung ke wilayah Blora dan sekitarnya.
Kelompok batik yang dikelola para srikandi dari desa Ngelo dan Karangboyo Kecamatan Cepu ini memikat perhatian karena mampu membuat kesenian batik, yang merupakan kesenian khas Indonesia, menjadi lebih hidup dan bervariasi. Batik khas Blora memang belum setenar batik Yogyakarta, Solo ataupun Pekalongan, tapi Batik Blora hasil kelompok Batik Krajan mampu mencuri perhatian para pecinta batik, baik dari dalam maupun luar Jawa, berkat motif khasnya yang tidak akan dapat disamai daerah lain.
“Di sini kami mengembangkan motif batik khas Blora yang terinspirasi dari daun jati. Cepu juga memiliki potensi minyak dan gas bumi yang kita gambarkan dengan motif kilang minyak dan pompa angguk,” kata Pancasunu Puspitosari, sang srikandi pemimpin sekaligus penggagas kelompok Batik Pratiwi Krajan kepada Dunia Energi, Senin (30/10).
Pancasunu belum lama terjun ke dunia batik. Dia baru terlibat di dunia kesenian setelah memutuskan hengkang dari pekerjaan sebagai pegawai kantoran di Jakarta 2010 untuk kembali ke kampung halaman di Cepu.
Terbiasa dengan padatnya jadwal kerja di Jakarta membuat perempuan yang akrab disapa Nunu tidak kerasan jika harus banyak berdiam diri di rumah. Beruntung ada kegiatan pelatihan membatik di desa yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Blora melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan.
Dari situ Nunu mulai kepincut akan seni membatik. Dia menemukan solusi konkret untuk mengusir kebosanannya dan mengisi waktu luang di kampung halaman. Berlatar belakang staf di divisi pengembangan di tempatnya bekerja sebelumnya, ternyata menguntungkan. Nunu dengan segera dapat melihat peluang emas dari seni membatik, selain memiliki kekayaan budaya batik ternyata juga memiliki potensi dari sisi ekonomi jika ditekuni dengan serius.
Dia pun mulai mengajak para tetangga rumahnya yang semua adalah ibu-ibu untuk merintis usaha batik secara kecil-kecilan. Tak banyak memang yang bergabung. Saat terbentuk kelompok Pratiwi Krajan hanya dihuni oleh lima anggota, termasuk Nunu. Mereka pun mulai membatik di sebuah rumah kosong milik Nunu yang sampai saat ini digunakan sebagai rumah produksi. “Saya lihat ada peluang dan kebetulan saya senang jadi saya kembangkan,” ujar Nunu.
Inisiatif Nunu ternyata didukung juga oleh orang terdekat. Nunu cukup beruntung mempunyai suami seorang desain grafis yang lihai dalam menggambar sehingga sejak mulai merintis sampai sekarang sang suami lah yang menjadi aktor utama dibalik kekhasan motif batik Blora produksi Pratiwi Krajan. “Suami saya pintar gambar jadi desain sampai sekarang dia yang gambar. jadi banyak yang dukung juga,” katanya.
Ibarat kata pepatah, gayungpun bersambut. Inisiatif Nunu mengembangkan kesenian batik serta untuk membantu perekonomian masyarakat di sekitar tempat tinggalnya terendus oleh program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina EP Asset 4 Cepu Field, unit operasi PT Pertamina EP, kontraktor kontrak kerja sama di bawah koordinasi dan supervisi SKK Migas. Kabupaten Blora merupakan wilayah operasi Pertamina EP Asset 4 Cepu Field.
Pada 2013, Field Cepu Asset 4 melirik kelompok kecil bentukan Nunu untuk dibina dan setahun berikutnya berbagai bantuan mulai dari penyediaan peralatan membatik, pelatihan manajemen, pelatihan pemasaran diberikan perusahaan.
Ikut berpartisipasinya Pertamina EP membuat batik produksi kelompok batik Pratiwi Krajan melesat di antara batik-batik lain yang berada di sekitar Blora.
“Kalau lihat teman-teman yang ada di Blora yang lahirnya lebih dulu dari saya, itu istilahnya sudah saya salip. Jadi pemasarannya lebih bagus karena memang saya di back up,” ujar dia.
Peningkatan kualitas produk batik Pratiwi Krajan dirasakan Nunu karena dalam pembinaannya tidak jarang Pertamina EP mengadakan studi banding dengan mengajak anggota kelompok melihat produksi batik-batik dari wilayah lain yang sudah terlebih dulu terkenal dan melanglang buana seperti batik Cirebon.
Ini juga yang membuat banyak warga lain mulai bergabung dengan kelompok Batik Pratiwi Krajan. Kelompok itu kini memiliki sekitar 21 anggota. “Alhamdulilah dari saya yang dikenal Pertamina saya punya teman ada lima termasuk saya sekarang jadi ada 17 plus diluar ada empat orang freelance. Sebagai tambahan jika pesanan banyak, saya lempar ke mereka tapi desain tetap dari kita,” katanya.
Potensi ekonomi yang dilihat Nunu rupanya terbukti. Desa Ngelo di Cepu yang tadinya sunyi kini mendadak ramai dengan hiruk pikuk para pecinta batik. Selain itu Nunu juga aktif menjemput bola melalui parade dan bazaar UMKM. “Kami membuka jaringan pemasaran batik pratiwi krajan dengan Bappeda & Dekranasda dan sudah sampai ke luar Jawa. Selain dari penjualan di showroom, kami rutin mengikuti pameran hingga ke luar kota Blora,”  katanya.
Harga yang ditawarkan untuk selembar kain batik berukuran 2 meter x 1,15 meter pun beragam dan cukup terjangkau mulai dari Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu, bergantung pada motif dan jenisnya.
Nunu mengungkapkan, dengan rata-rata produksi per bulan sekitar 250-300 kain batik, ibu-ibu pembatik dapat menerima penghasilan tambahan hingga Rp 600 ribu per bulan hanya dengan memanfaatkan waktu luang selama empat jam per hari, mulai pukul 10.00-14.00 WIB di rumah produksi. Jika ingin menambah penghasilan, mereka juga bisa membatik di rumah. “Memang tidak pasti,rata-rata omzet kelompok sekitar Rp 15 – Rp 28 juta per bulan,” katanya.
Tak hanya berkomitmen ciptakan manfaat dari sisi ekonomi, komitmen Nunu melestarikan batik juga terwujud dengan diraihnya sertifikat hak cipta atau Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk batik khas Blora dari Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual sejak 2016 dengan judul “Batik Jatiku”. Kini Nunu juga sedang menunggu pengesahan sertifikat hak cipta lainnya untuk motif batik dengan nama “Batik Angguk”.
Atas capaian tersebut kini kelompok batik Pratiwi Krajan menjadi kiblat bagi kelompok batik lainnya di wilayah Blora seperti dari desa Sumber, Wado, dan Nglebur.
Pemerataan Ekonomi Berkelanjutan
Masifnya perkembangan batik produksi dari wilayah Blora ini membuat Pemerintah Kabupaten Blora juga sumringah. Keberadaan kelompok-kelompok batik yang dibina oleh program CSR Pertamina EP Asset 4 Cepu Field dinilai sebagai potensi bagus untuk menciptakan sumber pendapatan alternatif serta cara yang cukup ampuh untuk pemerataan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Arief Rohman, Wakil Bupati Blora, saat berbincang dengan Dunia Energi mengatakan seni batik kini dikembangkan serius menjadi salah satu pendorong untuk meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pembentukan UKM. Dia pun berharap ada sinergi antara perusahaan melalui program CSR dan program pemberdayaan masyarakat milik pemda. Dengan demikian, arah dan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dari setiap program tersebut bisa dicapai dengan maksimal.
Arief berpesan agar dalam pembinaan diperhatikan juga perkembangan zaman. Masyarakat Blora bisa diarahkan untuk lebih kreatif dan sadar akan manfaat penggunaan teknologi dalam memasarkan hasil produksi UKM. “Karena itu kami apresiasi bantuan dari Pertamina melalui CSR untuk pembinaan sektor UKM khususnya yang batik nantinya kita harap sekarang ini sudah mulai tumbuh berkembang,” kata Arief.
Risna Resnawaty, pakar CSR dan community development dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung menilai program yang dilakukan oleh Pertamina EP Asset 4  Cepu Field membutuhkan proses dan baru terbukti bermanfaat jika memang telah mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Namun demikian, Risna mengingatkan, perusahaan harus tetap fokus terhadap tujuan awal dari program yaitu menciptakan kemandirian masyarakat yang berbasis pada kearifan lokal.
“Sustainability akan tercapai jika program yang dilakukan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat (economically feasible) , sesuai dengan karakteristik masyarakat (socially acceptable) dan harus ecologically friendly,” ujar Risna kepada Dunia Energi.
Dia mengapresiasi jika dalam suatu program yang menghasilkan suatu produk khas bisa dikawal hingga meraih Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Tapi perusahaan juga diminta jangan berhenti sampai di situ. Dalam implementasinya, perusahaan diharapkan bisa juga mengawal pemasaran suatu produk dari hasil binaan masyarakatnya. Terlebih dalam kesempatan kali ini produk yang dihasilkan adalah batik sehingga diharapkan dengan adanya pendampingan bisa turut memperkenalkan aset lokal ke dunia.
“Perlu diperhatikan pula bagaimana kelompok pembatik tersebut mengetahui jalur pemasaran yang efektif dan proses pembuatan batiknya harus ramah lingkungan jadi sesuai dengan visi misi perusahaan. Batik ini jika mampu bersaing di dunia fashion internasional dampaknya akan besar,” jelas Risna.
Potensi lokal memang selalu menjadi prioritas yang diperhatikan Pertamina EP dalam menyusun program CSR. Pembinaan terhadap kelompok batik dianggap tepat karena seperti diketahui batik merupakan warisan serta simbol budaya nasional Indonesia yang sudah diakui dunia internasional.
Pandjie Galih Anoraga, Legal and Relation Asset 4 Pertamina EP Assistant Manager, mengatakan program pemberdayaan CSR batik tahun ini memasuki usia ke empat. Untuk setiap program pemberdayaan perusahaan membuat rencana strategis sehingga arah tujuannya jelas, yaitu kemandirian masyarakat.
“Rencana sudah dibuat sejak awal program dimulai hingga nanti exit program pada tahun kelima pada 2018. Untuk 2017 program pemberdayaannya lebih kepada pemantapan dan perkuatan marketing dan penjualan produk. Untuk itu kami membawa anggota dari Batik Krajan studi banding ke Cirebon,” katanya.
Setelah melalui program pembinaan perusahaan, diharapkan batik Pratiwi Krajan dan kelompok batik lainnya bisa terus berkembang. Dengan demikian, kesejahteraan dan pemerataan perekonomian bisa terwujud. “Untuk mencapai itu perusahaan akan support agar batik Pratiwi Krajan dapat bersaing lebih luas dan memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat,” katanya. (RI)