JAKARTA – Hingga akhir semester I 2018, investasi sektor hulu minyak dan gas belum mencapai 30% dari target. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencatat realisasi investasi hulu migas baru mencapai US$3,9 miliar.

“Investasi US$ 3,9 miliar atau baru sekitar 27% dari target sebesar US$14,2 miliar,” kata Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas dalam konferensi pers di Kantor SKK Migas Jakarta, Jumat (6/7).

Hingga akhir tahun, investasi diproyeksikan hanya 78% dari target atau US$11,1 miliar.

Menurut Amien, investasi belum mencapai target bukan karena dibatalkan, tapi lebih karena jadwal investasi yang berubah atau tidak sesuai dengan jadwal. Banyak proyek yang mengalami perubahan jadwal, sehingga tidak dihitung sebagai agenda proyek di periode tahun ini.

“Tapi kalau lapangan tertunda, cadangan ada, tapi penyiapan tertunda, maka realisasi tertunda. FID  misalnya mundur, lalu misalnya, FID sudah selesai, proses pengadaan mundur, lalu barang utama, datangnya mundur. Nah, ini yang bikin investasinya belum tercapai. Ini bukan batal, tapi schadulenya mundur,” ungkap dia.

Amien menambahkan ada beberapa kegiatan utama sektor hulu yang belum optimal turut berkontribusi pada  rendahnya investasi.

Realisasi survei seismik dua dimensi (2D) sepanjang 237 kilometer (km) atau 4% dari target rencana kerja dan anggaran (WP&B) yang sepanjang 4.666 km. Seismik tiga dimensi (3D) terealisasi seluas 1.541 kilometer persegi (km2) dari target 5.382 km2 atau sekitar 26% dari target. Untuk sumur eksplorasi ditajak 11 sumur dari rencana 104 sumur atau terealisasi 10%. Sumur pengembangan dari rencana 289 sumur dibor 129 sumur atau terealisasi 45%.

Kerja ulang, dari target 637 sumur terealisasi 324 sumur atau 51% dan perawatan sumur dari rencana 56.184 dilaksanakan 31.151 kegiatan atau terealisasi 55%. Permasalahan lahan juga kembali menjadi biang keladi minimnya kegiatan kontraktor.

Menurut Amien, investasi dalam jumlah besar baru bisa tercapai apabila telah ditemukan cadangan  besar. “Ketika terdapat cadangan maka harus dibangun fasilitas produksi dan biaya untuk memproduksi itu memerlukan dana investasi besar,” ungkap Amien.

Untungnya rendah investasi tidak diikuti dengan rendahnya penerimaan negara. Hingga semester pertama 2018, penerimaan negara dari sektor hulu migas sudah mendekati target atau mencapai US$8,5 miliar atau sekitar Rp115 triliun dari target APBN 2018 yang sebesar US$11,9 miliar. Kenaikan harga minyak dunia menjadi faktor utama melejitnya penerimaan negara.

“Capaian hingga semester satu mencapai 71% dari target pemerintah dan diproyeksikan akan mencapai 120% pada akhir 2018,” kata Amien.(RI)