JAKARTA – Rencana pemerintah untuk segera membentuk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor migas yang menggabungkan PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN dinilai akan berpengaruh terhadap harga saham PGN.

Pemerintah tercatat menguasai 57% saham PGN. Sisanya, 43% dikuasai publik melalui Bursa Efek Indonesia. Saham pemerintah inilah yang kemudian akan dialihkan ke Pertamina.

Reza Priyambada, Analis Senior Binaartha Sekuritas, menilai permintaan pemerintah kepada PGN untuk segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar  Biasa (RUPSLB) dalam waktu dekat akan berimbas pada melemahnya harga saham PGN.

“Untuk awal ini, karena belum terserap semua informasi yang ada maka imbasnya akan membuat harga saham (PGN) akan cenderung melemah,” kata Reza kepada Dunia Energi, Selasa (5/12).

Harga saham PGN pada perdagangan sesi pagi tercatat ditutup turun Rp35 atau 2,12% ke level Rp1.615.

Menteri BUMN Rini Soemarno dalam suratnya bernomor S-682/MBU/11/2017 pada 28 November 2017 meminta direksi PGN untuk menggelar RUPSLB karena Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pembentukan holding sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

RUPSLB bertujuan untuk mengubah anggaran dasar perusahaan dengan adanya penyertaan modal dari saham milik pemerintah yang ada di PGN kepada Pertamina

Menurut Reza, selain karena belum lengkapnya informasi tentang rencana pembentukan holding BUMN migas, pelemahan harga saham PGN juga disebabkan belum jelasnya tugas perusahaan tersebut  saat dibawah Pertamina. Apalagi Pertamina juga memiliki anak usaha di segmen bisnis yang sama, yakni PT Pertamina Gas (Pertagas).

“Belum jelas bagaimana nanti kiprah PGN di bawah Pertamina, terutama karena ada Pertagas yang kurang lebih sama,” tukasnya dia.

Namun demikian Reza memperkirakan pelemahan harga saham PGN tidak akan bertahan lama. Kondisi tersebut bisa berbalik ketika pemerintah bisa menjelaskan secara gamblang maksud, tujuan serta tugas baru PGN ke depan setelah menjadi anggota holding BUMN migas.

Hal itu sama seperti yang terjadi saat pemerintah membentuk holding BUMN tambang. Saat awal digulirkan rencana holding saham-saham anggota holding,  yakni PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk dan PT Timah Tbk juga sempat terkoreksi.

Namun itu tidak bertahan lama karena pemerintah gencar melakukan sosialisasi. Hal itu lah yang harusnya dilakukan saat pembentukan holding migas.

“Kurang lebih kan sama seperti Timah, Antam dan Bukit Asam. Awalnya melemah,setelah mereka bikin rilis dan analis meeting, baru mulai paham posisi mereka yang bisa saling sinergi,” ungkap Reza.

Menurut Reza, kebijakan pemerintah untuk memindahkan saham yang dimiliki dari PGN ke Pertamina merupakan langkah yang lumrah  dilakukan dalam bisnis, sehingga tidak perlu mengakuisisi saham publik yang masih ada di PGN.

“Ini kan mau bikin holding jadi hanya perubahan kepemilikan mayoritas saham. Jadi cukup peralihan saham saja,” tandas Reza.(RI)