Saka Energi merupakan anak usaha PGN di sektor hulu migas.

JAKARTA – Pemerintah diminta memberikan perhatian serius terhadap penurunan kinerja PT Perusahaan  Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN sebelum mengimplementasikan pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas yang akan menjadikan PGN sebagai bagian dari PT Pertamina (Persero).

Rieke Diah Pitaloka, Anggota Komisi VI DPR, mengungkapkan laporan keuangan PGN menunjukkan penurunan kinerja cukup signifikan. Pendapatan dan penyaluran gas 2007 sampai 2012 meningkat, begitu pula   pipa transmisi dan distribusi yang dibangun sejak 2003 sampai 2007. Serta ada peningkatan aset yang besar pads 2012-2016, namun laba bersih justru terus menurun.

Pada 2012, PGN mencetak laba bersih US$915 juta, lalu anjlok pada tahun-tahun berikutnya, US$838 juta pada 2013 , US$711 juta di 2014, dan US$ 403 juta pada 2015. Pada 2016 laba bersih PGN menjadi US$ 304 juta dan tinggal US$98 juta.

“Kayak begini Anda (Kementerian BUMN) mau menimpakan persoalan kepada Pertamina,” kata Rieke saat Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian BUMN dan direksi Pertamina di Gedung DPR/MPR, Rabu (14/3).

Menurut Rieke, selama ini PGN sudah terlalu banyak dirugikan dengan keberadaan Floating Storage Refinery Unit (FSRU) Lampung yang menyebabkan pembengkakan biaya sewa.

Sejak selesai dibangun pada 2014, FSRU Lampung beroperasi tidak maksimal sesuai rencana, cenderung tidak beroperasi. Namun PGN harus membayar sewa sebesar lebih dari US$90 juta.

“Penyebabnya karena tidak ada kontrak komersial dengan pelanggan, khususnya PLN, akibat terlalu mahalnya biaya penyimpanan dan regasifikasi. Diduga terjadi mark up dalam proyek tersebut,” ungkap Rieke.

Selain itu, PGN juga dinilai salah  strategi untuk masuk ke sektor hulu dengan membentuk PT Saka Energi Indonesia. Hingga saat ini Saka membukukan kerugian rata-rata US$50 juta dalam lima tahun terakhir.

“Kalau begini siapa yang menanggung? Pertamina lagi yang menanggung. Kami minta data laporan keuangan Saka dan pembayaran sewa FSRU Lampung per tahun,” kata Rieke.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Usaha Tambang Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, mengatakan kalau diperlukan akan dibuat pembahasan khusus terkait kinerja PGN. Namun pembentukan holding tidak akan memberatkan Pertamina, meski dengan riwayat kondisi keuangan PGN saat ini.

“Kajian kami tidak ada (memberatkan Pertamina), justru intensinya lebih kuat. Itu (pendapat DPR) kan masukan-masukan bagi kami,” kata Fajar.(RI)