JAKARTA-Harga minyak mentah naik lebih dari 1,0% pada akhir perdagangan Jumat atau Sabtu (11/8) pagi WIB karena sanksi-sanksi AS terhadap Iran tampaknya akan memperketat pasokan. Namun, kontrak berjangka membukukan penurunan mingguan karena investor khawatir bahwa perselisihan perdagangan global dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan energi.

Patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober sebesar US$0,74 lebih tinggi menjadi US$72,96 per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik US$0,82 menjadi US$67,63 per barel di New York Mercantile Exchange.

Aksi jual pada Rabu (8/8) meninggalkan kedua acuan turun untuk minggu ini, dengan Brent turun 0,5% dan minyak mentah AS turun 1,2%.

Para “hedge fund” dan manajer-manajer uang lainnya memangkas posisi “bullish” mereka pada minyak mentah AS dalam pekan yang berakhir 7 Agustus ke level terendah sejak Juni, data menunjukkan pada Jumat (10/8).

Harga minyak diperkirakan tetap di bawah tekanan karena permintaan bensin AS melambat memasuki musim gugur dan penyuling-penyuling tutup untuk pemeliharaan, mendorong lebih banyak minyak mentah di penyimpanan, kata Tariq Zahir, anggota pengelola di Tyche Capital di New York.

“Saya pikir itu sekarang turun ke titik apa yang kita lihat dalam jumlah permintaan.”
Persediaan minyak mentah AS turun lebih rendah dari yang diperkirakan pada minggu terakhir, dan data yang dirilis pada Jumat (10/8) menunjukkan perusahaan-perusahaan energi AS pekan ini menambahkan rig minyak lebih banyak sejak Mei.

Perusahaan-perusahaan pengeboran menambahkan 10 rig minyak dalam seminggu yang berakhir 10 Agustus, sehingga total menjadi 869 rig, paling besar sejak Maret 2015, perusahaan jasa energi Baker Hughes mengatakan pada Jumat (10/8).

Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan pada Jumat (10/8) bahwa pasar minyak bisa melihat lebih banyak turbulensi. “Pendinginan pasar baru-baru ini, dengan berkurangnya ketegangan pasokan jangka pendek, harga saat ini lebih rendah, dan pertumbuhan permintaan yang lebih lemah mungkin bukan yang terakhir,” kata IEA dalam laporan bulanannya seperti dikutip antaranews.com.

Para investor juga waspada terhadap sengketa perdagangan antara Washington dan Beijing. Dalam putaran tarif terakhir, China mengatakan akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 25% atas impor dari AS senilai US$16 miliar.

Meskipun minyak mentah telah dihapus dari daftar, digantikan oleh produk-produk olahan dan LPG, para analis mengatakan impor China untuk minyak mentah AS akan turun secara signifikan. (DR)