Kantor Kejaksaan Agung RI.

JAKARTA – Tiga saksi ahli Kejaksaan Agung dalam kasus  bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia dilaporkan ke polisi karena diduga memberikan keterangan palsu dalam persidangan.

Tiga saksi itu adalah Ir Edison Effendi MT, Ir Bambang Iswanto MT, dan Ir Prayitno MT. Ketiganya dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pada Selasa, 26 Maret 2013 dengan Tanda Bukti Lapor nomor: TBL/128/III/2013/BARESKRIM.

Ketiganya dilaporkan oleh Dony Setiawan SH yang bertindak selaku Kuasa Hukum Direktur PT Sumi Gita Jaya, Herland bin Ompo. Herland merupakan terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek bioremediasi Chevron, yang diajukan kasusnya oleh Kejaksaan Agung sejak tahun lalu.

Sejak awal penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan di pengadilan, Kejaksaan Agung mendasarkan dakwaannya pada keterangan ketiga saksi ahli itu, terutama Edison Effendi. Jaksa Penuntut Umum mendudukkan ketiganya sebagai ahli bioremediasi, yang layak memberikan keterangan di persidangan.

Namun dalam laporannya, Dony menyebutkan ketiga saksi ahli Kejaksaan itu diduga telah memberikan keterangan palsu diatas sumpah. “Perbuatan Edison, Bambang, dan Prayitno melanggar pasal 242 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” jelasnya.

Dony pun memaparkan sejumlah fakta, diantaranya Berita Acara Pemeriksaan ketiga saksi ahli itu dalam penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Ketiganya diperiksa dalam waktu yang terpisah, namun Berita Acara Pemeriksaan mereka sama persis, mulai dari isinya, hingga titik-komanya tidak ada yang berbeda.

“Bahkan kesalahan ketiknya pun semuanya sama,” ujar Dony. Dengan begitu, lanjutnya, kuat dugaan keterangan yang diberikan oleh Edison, Bambang, dan Prayitno tidak didasarkan pada pengetahuannya, melainkan hanya copy paste satu sama lain. “Jadi patut diduga keterangan itu palsu,” tegasnya.

Padahal saat memberikan keterangan di depan penyidik, ketiganya tentu sudah diambil sumpah. Isi sumpah itu secara umum adalah “Demi Allah saya bersumpah bahwa keterangan yang akan saya berikan di hadapan jaksa penyidik pada Kejaksaan Agung RI adalah keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahlian saya”.

Akibat keterangan ketiga saksi itu, Herland bin Ompo pun ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus bioremediasi, dan kini menjalani persidangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Herland pun sempat ditahan oleh Kejaksaan Agung.

Pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP menyebutkan, jika keterangan palsu diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah (yang terbukti memberikan keterangan palsu, red) diancam dengan hukum pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)