Pembuatan tekstur tanah dan pengambilan sampel uji awal, salah satu tahapan pada proses bioremediasi Chevron.

Pembuatan tekstur tanah dan pengambilan sampel uji awal, salah satu tahapan pada proses bioremediasi Chevron.

JAKARTA – Persidangan kasus bioremediasi dengan terdakwa karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Bachtiar Abdul Fatah, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis, 22 Agustus 2013. Dalam persidangan itu, saksi yang dihadirkan yakni Manager Financial Forecast Analyst and Reporting PT CPI, Villia Simon menuturkan, biaya untuk pelaksanaan proyek bioremediasi telah diaudit secara rutin oleh pemerintah, dan tidak pernah ada masalah.

Sidang itu sendiri berlangsung mulai pukul 10.15 WIB, dipimpin Hakim Ketua Antonius Widijantono. Sebenarnya ada tiga saksi yang hendak dihadirkan. Namun dua saksi dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan tidak bisa hadir. Sampai persidangan berakhir pukul 11.20 WIB, hanya satu saksi yang diperiksa.

Villia Simon menuturkan, tugas dan tanggung jawabnya di CPI adalah mengkoordinasi implementasi kegiatan pelaporan dan perencanaan finansial, meliputi persiapan dan analisa anggaran dalam laporan keuangan untuk pimpinan perusahaan, korporasi, SKK Migas dan partner, serta memberikan masukan kepada pimpinan perusahaan sesuai kapasitas dan bertanggung jawab atas tim.

Dalam kegiatan pelaporan untuk BP Migas (sekarang SKK Migas), saksi dan timnya bertanggung jawab membuat laporan Financial Quarterly Report (FQR) yang dilakukan setiap tiga bulan, dan difinalisasi pada akhir tahun. Isi FQR adalah laporan bagi hasil produksi minyak antara pemerintah dan CPI, termasuk di dalamnya cost recovery kegiatan bioremediasi, sebagai kegiatan rehabilitasi lingkungan. 

Villia Simon membenarkan, PT Sumigita Jaya merupakan salah satu kontraktor dalam kegiatan bioremediasi CPI. Cost recovery biaya pembayaran untuk Sumigita, ujarnya, juga telah dimintakan ke SKK Migas oleh CPI. Dalam beberapa kali klaim cost recovery bioremediasi, diakuinya kadang terjadi koreksi dari SKK Migas, namun semuanya diselesaikan melalui mekanisme over atau under lifting.  

“Dengan begitu, dalam pemeriksaan yang dilakukan SKK Migas melalui BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), tidak pernah ditemukan kesalahan dalam pembayaran,” jelas Villa Simon di persidangan. Semua itu, diakui Villia, diketahui berdasarkan informasi yang diperoleh dari sistem CPI. Ia sendiri tidak mendapatkan laporan balik dari SKK Migas, dan tidak pernah berhubungan dengan Bachtiar Abdul Fatah selaku GM SLS, karena lokasi kerjanya berbeda. Villa di Jakarta, sedangkan Bachtiar di Riau.

Sistem yang digunakan CPI sendiri, tuturnya lagi, telah disetujui oleh SKK Migas. Tingkat akurasi (ketepatan, red) data yang diperoleh dari sistem FQR itu pun tidak perlu diragukan, karena setiap tahun laporan itu juga diaudit oleh pemerintah dan auditor dari pemerintah, termasuk auditor dari SKK Migas, BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), serta BPK. Dari hasil audit saksi, juga tidak pernah ditemukan pemerintah meminta penundaan pembayaran.

Villia juga menerangkan, setiap tahun ada evaluasi rutin terhadap seluruh biaya yang dikeluarkan CPI, termasuk untuk kegiatan bioremediasi. Sepanjang evaluasi yang telah dilakukan, ia tidak pernah mendapati auditor mengeluarkan statement bahwa biaya yang dibayarkan CPI kepada Sumigita adalah biaya yang tidak sepantasnya. Besarnya jumlah pembayaran itu sendiri, sebelumnya telah disetujui SKK Migas melalui persetujuan WP&B (Work Program and Budget).

Tak Ada Temuan BPK Maupun BPKP

Dimintai tanggapannya soal persidangan kemarin, Corporate Communication Manager Chevron, Dony Indrawan menegaskan kembali bahwa proyek bioremediasi adalah proyek yang sudah disetujui dan diawasi oleh pemerintah terkait yaitu Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan SKK Migas.

“Laporan CPI atas proyek bioremediasi ke KLH dan BPMIGAS (kini SKK Migas) telah dilakukan sesuai peraturan dan prosedur yang ada, dan telah diterima dengan baik oleh instansi pemerintah tersebut. Selain itu CPI tidak pernah menerima adanya temuan audit atas proyek bioremediasi ini dalam periode proyek 2006-2011 oleh SKK Migas dan badan audit pemerintah seperti BPKP dan BPK,” jelas Dony.

 “Sesuai dengan mekanisme Kontrak Kerja Sama (KKS) atau Production Sharing Contract (PSC) sebagai kontrak perdata, maka pemerintah berhak melakukan proses audit sewaktu-waktu jika diperlukan termasuk terhadap proyek ini. Harusnya hasil auditlah yang dipakai untuk proses tindak lanjut berikutnya sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati oleh pemerintah,” lanjut Dony.

Dari seluruh keterangan yang disampaikan saksi Villia Simon dalam persidangan itu, terdakwa Bachtiar Abdul Fatah sama sekali tidak mengajukan pertanyaan maupun keberatan. Di akhir sidang, saksi pun menyerahkan barang bukti berupa data Financial Quarterly Report (FQR) dari sistem CPI, yang menjadi dasar keterangannya di depan persidangan, kepada Majelis Hakim. Sidang untuk terdakwa Bachtiar ini, dijadwalkan akan kembali dilanjutkan pada Senin, 26 Agustus 2013 pukul 09.00 WIB. 

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)