Skema kerja teknologi bioremediasi.

JAKARTA – Pakar bioremediasi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ir Dwi Andreas Santosa menyebutkan, teknologi bioremediasi lingkungan merupakan suatu metode yang sedang berkembang cukup baik di Indonesia, utamanya dalam penanganan limbah di wilayah kerja pertambangan maupun migas. Ia sendiri turut mengembangkan teknologi itu sejak 1990-an.

Menurut Andreas, sejak 2003 juga telah berdiri Forum Bioremediasi Indonesia dengan anggota para ahli yang berkhidmat pada pengembangan teknologi itu. Forum Bioremediasi Indonesia juga yang mendorong terbitnya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 tahun 2003 tentang pelaksanaan bioremediasi pada industri migas di Indonesia.

“Namun terus terang, kami tidak mengenal Saudara Edison Effendy yang disebut-sebut selama ini sebagai saksi ahli Kejaksaan Agung dalam menyidik kasus bioremediasi Chevron. Namanya tidak dikenal sebagai ahli bioremediasi,” tutur salah satu pendiri Forum Bioremediasi Indonesia ini di Jakarta, Rabu, 9 Januari 2013.

Ia pun mengaku heran, lembaga yang didirikannya tidak pernah dimintai keterangan oleh Kejaksaan dalam kasus tersebut.

Dwi Andreas menyebutkan, teknologi bioremediasi banyak digunakan dalam industri migas, karena memang terbukti lebih efektif dan murah dalam menangani limbah bekas minyak.

Jika teknologi thermal membutuhkan USD 400 per meter kubik, teknologi landfill USD 200 per meter kubik, teknologi soil washing USD 60 per meter kubik, teknologi Air Stripping of Volatile butuh USD 50 per meter kubik, teknologi bioremediasi hanya membutuhkan USD 20 – 50 per meter kubik dengan hasil lebih cepat.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)