JAKARTA – Manejemen PT PLN (Persero) mengaku belum menerima informasi status Sofyan Basir, sang Direktur Utama yang rumahnya digeledah tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Minggu (15/7).

I Made Suprateka, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, mengatakan direksi PLN komitmen menghormati proses hukum yang dilakukan KPK dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah.

Manajemen PLN berkeyakinan, Sofyan Basir sebagai warga negara patuh dan taat pada hukum yang berlaku hingga ada pembuktian di persidangan dan mendapatkan putusan pengadilan yang tetap dan mengikat.

Menurut Made, sampai saat ini KPK juga belum memberikan informasi secara lengkap mengenai penggeledahan tersebut, termasuk perkara apa yang disangkutpautkan kepada Sofyan Basir.

“Perlu kami sampaikan bahwa  manajemen PLN sampai dengan detik ini belum menerima informasi apapun mengenai status Sofyan Basir dari KPK,” kata Made kepada Dunia Energi, Minggu.

Manajemen PLN berharap proses penggeledahan di tempat tinggal Sofyan yang menjabat sebagai Dirut di PLN sejak 2014 dilakukan sesuai koridor hukum yang berlaku dan transparan.

Manajemen juga berkomitmen tidak akan menghalangi proses hukum dan siap bekerja sama dengan KPK untuk menuntaskan kasus hukum.

“KPK dan direksi PLN selama ini memiliki hubungan dan kerja sama yamg baik berupa MOU,” ungkap Made.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengungkapkan penggeledahan di rumah Sofyan Basir merupakan pengembangan kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau I yang menyeret Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M Saragih, yang kini statusnya sudah menjadi tersangka.

“Ada penggeledahan di rumah Dirut PLN yang dilakukan sejak pagi ini oleh tim KPK dalam penyidikan kasus suap terkait proyek PLTU Riau I,” kata Febri.

KPK menangkap Eni dan Johannes pada Jumat lalu (13/7). Eni diduga menerima uang Rp500 juta dari Johannes sebagai bagian commitment fee proyek PLTU Riau I.

Politikus Golkar tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Untuk Jonannes, KPK menetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

“Kami harap pihak-pihak terkait, kooperatif dan tidak melakukan upaya-upaya yang dapat menghambat pelaksanaan tugas penyidikan ini,” tandas Febri.(RI)