JAKARTA – PT Timah Tbk (TINS), badan usaha milik negara di sektor pertambangan timah, sepanjang kuartal I 2016 membukukan rugi bersih Rp138,85 miliar, membengkak dibanding periode yang sama 2015 Rp6,42 miliar. Makin besarnya kerugian Timah disebabkan tekanan mulai beban pokok, beban umum dan administrasi hingga beban keuangan.

Timah mencatat beban pokok Rp1,29 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini, naik 5,8% dibanding periode yang sama 2014. Sementara pendapatan usaha justru turun 5,22% dari Rp1,37 triliun menjadi Rp1,3 triliun. Akibatnya, laba kotor perseroan turun dari Rp149,96 miliar menjadi Rp6,65 miliar.

Pendapatan timah berasal penjualan logam timah pada kuartal I 2016, naik 8,03% menjadi 5.730 metrik ton dibanding periode yang sama tahun lalu 5.304 metrik ton.

Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan Timah, mengatakan kenaikan harga timah di pertengahan Maret 2016 mendorong kinerja perseroan, meskipun belum mampu menutupi rendahnya harga sejak awal tahun ini.

“Upaya efisiensi akan terus dilanjutkan untuk menekan harga pokok produksi yang maksimal, sehingga dengan harga logam timah di pasar mulai pulih diharapkan perolehan laba sesuai target yang diharapkan,” ujar Agung, Kamis (28/4).

Menurut Agung, pengembangan bisnis hilirisasi atau downstream product adalah salah satu fokus Timah untuk masa depan perusahaan. Saat ini produksi tin solder dan tin chemical dilakukan anak usaha perseroan, PT Timah Industri.

“Pada akhir 2015 sudah selesai dibangun intermediate serta pabrik SnCl, sehingga tidak diperlukan lagi impor bahan baku. Dengan demikian, perusahaan bisa menekan harga pokok produksi dan membuat harga produk lebih bersaing di pasar dunia,” tandasnya.(RA)