JAKARTA – Pasca satu tahun pengesahan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) seharusnya Rencana Umum Energi Daerah (RUED) juga disahkan. Namun hingga kini belum ada satupun RUED dari 34 provinsi yang disahkan menjadi peraturan daerah.

Kondisi ini pun berpotensi menganggu target bauran energi nasional yang tercantum dalam RUEN, terutama bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025.

Rinaldy Dalimi, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan pembangunan sektor energi maupun pemenuhan kebutuhan energi di daerah tidak akan terganggu. Namun ketiadaan RUED jelas akan mempengaruhi proyeksi pencapaian bauran energi.

“Kalau sampai 2020 tidak ada RUED, maka itu menganggu target pencapaian 23% EBT. Tapi kalau proses pembangunan daerah tidak terganggu.” kata Rinaldy saat konferensi pers di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (4/9).

Menurut Rinaldy, ketiadaan RUED membuat arah kebijakan jangka panjang pemerintah daerah menjadi tidak jelas, dan tentu berdampak pada RUEN. Kecukupan energi daerah dalam jangka pendek tidak berpengaruh, akan tetapi dalam jangka panjang tetap diperlukan RUED.

Hingga saat ini belum ada rencana di daerah hingga 2050, perencana yang dilakukan perusahaan energi semacam PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Gas Negara Tbk maupun PT PLN (Persero) juga tidak memiliki rencana jangka panjang seperti yang seharusnya tersusun dalam RUED.

Dalam catatan DEN sendiri sampai saat ini baru delapan Provinsi yang sudah merampungkan finalisasi draf RUED atau Rancangan Perda (Raperda). Kedelapan provinsi tersebut antara lain Bengkulu Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tetangga Barat dan Maluku. Sisanya, 26 provinsi lain masih berkutat pada penyusunan draf.

Menurut Rinaldy, salah satu masalah krusial yang dihadapi daerah adalah terkait ketersediaan energi di daerah yang berbeda-beda. Ada satu daerah memiliki salah satu energi tertentu, namun daerah tetangganya tidak ada energi sama sekali. Ini yang menjadi kendala karena sinkronisasi data antar daerah juga tidak ada. Ini diperparah dengan ketiadaan sumber daya manusia yang mampu mengolah data tersebut.

“Itu memang bertingkat ada yang sudah mulai diskusikan, ada yang belum sama sekali ada yang sudah narasi. Tapi pendampingan yang kami lakukan supaya yang 26 ini bisa secepatnya, tapi proses di DPRD masing-masing kan berbeda,” tandas Rinaldy.(RI)