JAKARTA – Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menyetujui usulan manajemen mengenai penambahan modal melalui penerbitan saham baru (rights issue) dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).

Adi Adriansyah Sjoekri, Direktur Utama Merdeka Copper, mengatakan melalui skema HMETD perseroan akan menerbitkan sebanyak banyaknya 933,33 juta lembar saham baru dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Harga pelaksanaan HMETD ditetapkan Rp2.250 dengan target dana yang diraih sebanyak-banyaknya US$150 juta.

“Hasil rights issue akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan dan mendukung ekspansi bisnis perusahaan di masa depan,” kata Adi usai RUPST dan RUPSLB Merdeka Copper di Jakarta, Senin (21/5).

Merdeka Copper berencana meningkatkan kapasitas produksi dari rata-rata empat juta ton menjadi enam juta ton per tahun setelah Proyek Pengembangan Oksida (OXP) rampung sesuai target pada akhir 2018.

RUPSLB juga menyepakati rencana mengubah kegiatan usaha dengan memperluas cakupan usaha Merdeka Copper dibidang perencanaan dan pelaksanaan di bidang jasa pertambangan serta bidang kegiatan pengolahan data.

Merdeka Copper Gold yang berdiri sejak 2012 merupakan perusahaan induk dari perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan emas, perak, tembaga dan mineral ikutan lainnya. Saham perseroan dimiliki antara lain PT Saratoga lnvestama Sedaya Tbk, PT Provident Capital Indonesia, Pemda Kabupaten Banyuwangi, dan Garibaldi Thohir.

Per 31 Oktober 2014, perseroan memiliki izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi melalui entitas anak, PT Bumi Suksesindo dan IUP eksplorasi melalui PT Damai Suksesindo (DSl). Lokasi IUP Bumi Suksesindo dan Damai Suksesindo terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur, dengan total wilayah IUP masing-masing 4.998 ha & 6.623 ha.

Proyek utama Merdeka Copper yaitu Proyek Tujuh Bukit di wilayah IUP OP Bumi Suksesindo yang telah memulai produksi pertamanya pada Maret 2017. Proyek Tujuh Bukit sepanjang 2017 telah menghasilkan 142.468 ounce emas dan 44.598 oz perak.

Menurut Adi, sepanjang 2017 harga emas dunia menguat dipengaruhi nilai dolar AS yang terkait erat dengan kondisi geopolitik serta kebijakan moneter bank sentral di seluruh dunia. Pada kuartal I 2018 kenaikan harga emas terus berlanjut sejalan dengan pelemahan nilai dolar AS secara global terhadap mata uang dunia lainnya sebesar 9,3%.

Para analis logam mulia memperkirakan tren kenaikan permintaan ini akan terus berlanjut hingga beberapa tahun ke depan, didorong kenaikan permintaan dari sektor perhiasan, serta berkembangnya tren e-commerce secara global yang sangat bergantung pada penerapan dan pengembangan teknologi. Pasokan emas juga dinilai akan menurun seiring kebijakan lingkungan yang baru diterapkan di China.

“China merupakan produsen emas dunia dengan produksi sebanyak 13,996 dari total produksi dunia di tahun 2017,” kata Adi.(RA)