JAKARTA – Potensi minyak dan gas bumi di Indonesia diyakni masih belum digali secara maksimal. Salah satu penyebabnya adalah ketidakpastian hukum dengan belum tuntasnya revisi Undang-Undang Migas. UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas jelas sudah cacat secara hukum karena berbagai pasalnya telah dianulir Mahkamah Konstitusi pada  2012. MK juga yang mengamanatkan untuk segera diterbitkan regulasi penggantinya.

Taslim Z. Yunus, Kepala Pengawas Internal Satuan Kera Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan ada urgensi untuk segera melahirkan suatu regulasi baru di sektor migas. Pasalnya hingga sekarang potensi migas yang ada belum dioptimalkan. Padahal kebutuhan akan migas terus meningkat. Alangkah baiknya jika sumber daya yang ada di dalam negeri bisa diproduksikan ketimbang harus terus impor di masa datang.

“Padahal ada 74 basin atau cekungan lagi yang belum di eksplorasi, peluang eksplorasi ini belum dimanfaatkan,”kata Taslim disela diskusi seminar Revisi UU Migas di Jakarta, Rabu (25/10).

Data SKK Migas menyebutkan selama ini produksi migas Indonesia bersumber dari 18 cekungan, sebagian besar di wilayah Indonesia bagian barat. Kemudian sebanyak 12 cekungan telah dilakukan pengeboran dan telah ditemukan potensi.

Sebanyak 24 cekungan juga sudah mulai disasar para kontraktor untuk dieksplorasi, namun masih belum menemukan hasil. Sementara 74 cekungan potensial yang belum tersentuh sama sekali,  sebagian besar ada di wilayah Indonesia Timur.

Terus melorotnya investasi para pelaku usaha terus terjadi dan makin diperparah dengan kondisi harga minyak dunia yang anjlok. Ini ditunjukkan dengan realisasi investasi di sektor hulu yang terus terjun bebas sejak 2015.

Jika pada 2014 investasi mencapai US$20,4 miliar maka ditahun berikutnya hanya mencapai US$15 miliar dan 2016 investasi hanya sebesar US$11,2 miliar.

Taslim menilai ketidakjelasan fondasi hukum dalam berbisnis merembet ke proses pengembangan blok-blok yang sebenarnya bisa diproyeksikan bisa berproduksi.

“Dari sini bagaimana kita set policy (kebijakan) minyak dan gas kita dalam UU Migas ini nantinya,” ungkap dia.

Hingga saat ini pembahasan revisi UU Migas masih jalan ditempat. Padahal MK sudah memerintahkan revisi tersebut sejak 2012.

Keberadaan UU Migas yang baru diyakini bisa membawa gairah baru bagi para pelaku usaha untuk menggencarkan kegiatan di sektor hulu migas. Terlebih sektor hulu migas memiliki risiko sangat tinggi tentu kepastian hukum menjadi faktor utama yang diperhatikan pelaku usaha.(RI)