JAKARTA – Pemerintah diminta konsisten menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 sebegai revisi dari PP 79 Tahun 2010 tentang cost recovery dan pajak hulu minyak dan gas. Pasalnya, pemberlakukan PP tersebut tidak serta merta akan langsung meningkatkan investasi yang selama ini diharapkan pemerintah.

Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Migas dari Universitas Trisakti, mengatakan untuk bisa merasakan manfaat dari regulasi tersebut justru ada di langkah selanjutnya, yakni dari pemerintah dalam implementasi regulasi. Apalagi beleid tersebut berhubungan dengan dua kementerian, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan.

“Masih akan bergantung pada kebijakan dan keputusan menteri dalam pemberian insentif di eksploitasi dan juga peraturan menkeu sebagai peraturan pelaksananya,” kata Pri kepada Dunia Energi, Kamis (20/7).

Namun dia menyambut positif adanya respon dari pemerintah terhadap keluhan para pelaku usaha terhadap kondisi indusri migas tanah air.

“PP itu cukup positif di dalam mengakomodasi apa yang selama ini diminta KKKS. Tetapi efeknya masih akan bergantung implementasi selanjutnya,” ungkap Pri.

Ada tujuh poin utama yang merupakan insentif terbaru bagi para KKKS dalam PP 27, yakni insentif perpajakan (periode eksplorasi dan eksploitasi migas). Ada beberapa insentif perpajakan yang diberikan, yakni pembebasan bea masuk, sepeti PPN, PPnBM, PPh 22 impor (tidak dipungut) dan PBB (pengurangan 100%). Khusus untuk periode eksploitasi diberikan berdasarkan pertimbangan keekonomian.

Insentif lainnya, biaya atas sharing facilities dikecualikan dari PPh dan tidak dipungut PPN. First Tranche Petroleum (FTP) juga tidak kena pajak. Pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat bukan menjadi objek PPh dan PPN.

Prinsip field basis menjadi block basis. Artinya biaya operasi dari suatu field (lapangan) migas bisa di-reimburst (cost recovery) dari lapangan migas lainnya yang sudah berproduksi, selama masih dalam satu block. Selanjutnya adalah nilai depresiasi dapat dipercepat, agar keekonomian investor membaik.

Kepastian penerapan bagi hasil dinamis (sliding scale split). Misalnya, jika harga minyak sangat tinggi, pemerintah akan mendapatkan tambahan bagi hasil. Sebaliknya jika harga minyak rendah, kontraktor yang akan mendapatkan tambahan bagi hasil sehingga lebih fair.

DMO holiday. Biasanya kontraktor wajib menjual minyak bagiannya kepada negara dengan harga 10% dari harga minyak. Tetapi dengan DMO holiday, harga minyak yang dijual kepada negara bisa tetap 100%, jadi pasti lebih menarik bagi kontraktor.

Insentif lainnya adalah kepastian investment credit. Kontraktor akan mendapat tambahan pengembalian biaya modal untuk pengembangan lapangan migas.

Kepastian atas biaya apa saja yang bisa di cost recovery dan tidak boleh di cost recovery. Misalnya, biaya pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat (CSR) pada masa eksplorasi dan eksploitasi boleh di cost recovery.(RI)