JAKARTA – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyambut baik penerbitan revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai harga batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Mulut Tambang.

“Semoga dengan ini industri pertambangan dan PLN bisa bahu membahu menyukseskan program 35 ribu megawatt (MW) dengan partisipasi besar dari PLTU mulut tambang,” kata Hendra Sinadia, Deputi Direktur Ekskutif APBI, kepada Dunia Energi, Jumat(30/9).

Kementerian ESDM akhirnya merevisi peraturan terkait penetapan harga bagi PLTU Mulut Tambang melalui Permen Nomor 24 Tahun 2016. Beleid tersebut ditandatangani Pelaksana Tugas Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan pada 13 September 2016 dan resmi mengganti Permen ESDM NomorĀ 9 tahun 2016.

Di dalam peraturan baru ini, harga batu bara yang digunakan untuk PLTU ditetapkan secara negosiasi antara perusahaan PLTU mulut tambang dan perusahaan tambang. Sebelumnya, harga dasar batu bara harus sesuai dengan biaya produksi ditambah margin, dengan rentang yang disesuaikan Kementerian ESDM.

PLTU mulut tambang

Di dalam beleid baru, pemerintah lepas tangan dalam menentukan margin harga batu bara, jika terdapat jalan buntu dalam penetapan harga batu bara antara perusahaan PLTU dan perusahaan tambang. Kini kesepakatan harga batu bara lebih menekankan aspek business-to-business.

Besaran margin ditentukan berdasarkan hasil kesepakatan antara perusahaan tambang dengan perusahaan pembangkit listrik mulut tambang, demikian pernyataan Luhut Binsar Panjaitan dalam peraturan beleid tersebut.

Namun demikian, pemerintah tetap mempertahankan margin harga batu bara. Besaran margin perusahaan tambang paling rendah sebesar 15% dan paling tinggi sebesar 25%.

“Kebijakan ini berpotensi membuat harga listrik menjadi lebih efisien dan bisa menggerakkan penjualan batu bara di dalam negeri. Semua orang kan tidak ingin Tarif Dasar Listrik (TDL) semakin meningkat,” tandas Tino Ardhyanto, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi).