JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) penugasan untuk periode 1 April 2017-30 Juni 2017.

Sujatmiko, Kapala Biro Komunikasi dan Layanan Kerjasama Publik Kementerian ESDM, mengungkapkan tidak berubahnya harga BBM tertentu dan khusus penugasan didasarkan pada prediksi kondisi harga minyak dunia dan kestabilan perekonomian di tanah air.

“Mencermati perkembangan rata-rata harga minyak dunia untuk periode perhitungan harga jual eceran 1 April – 30 Juni 2017, dan dalam rangka menjaga kestabilan sosial ekonomi, pengelolaan harga dan logistik serta untuk menjamin penyediaan BBM nasional, pemerintah memutuskan tidak ada kenaikan harga BBM,” kata Sujatmiko, Sabtu (1/4).

Pemerintah menetapkan harga jual jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan, terhitung mulai 1 April 2017 pukul 00.00 WIB, adalah minyak tanah bersubsidi Rp 2.500 per liter, solar bersubsidi Rp 5.150 per liter dan premium RON 88 Rp 6.450 per liter.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2016 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga jual BBM jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan setiap tiga bulan dengan memperhitungkan perkembangan harga minyak, rata-rata harga indeks pasar dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dengan kurs beli Bank Indonesia.

Menurut Sujatmiko, ketentuan harga BBM premium untuk wilayah distribusi Jawa-Madura-Bali ditetapkan PT Pertamina (Persero). “Dengan tetap berpedoman kepada kebijakan pemerintah dan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat,” ungkap dia.
Untuk menjaga akuntabilitas publik, auditor pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga akan tetap melakukan audit atas implementasi program.

Sujatmiko mengatakan audit mencakup realisasi volume pendistribusian jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan, besaran harga dasar, besaran subsidi. “Hingga pemanfaatan defisit/surplus dari harga jual eceran yang ditentukan dalam satu tahun anggaran,” kata Sujatmiko.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, sebelumnya sudah memberikan signal bahwa tidak akan ada kenaikan harga BBM hingga Juni mendatang. Uupaya efisiensi mampu menutup defisit antara harga keekonomian BBM Pertamina dengan besaran yang dipatok pemerintah.
“Waktu harga minyak turun di bawah US$40 per barel tahun lalu, harga eceran BBM tidak kami turunkan. Sehingga ada cadangan di Pertamina yang bisa digunakan pada saat harga minyak mentah naik,” kata Jonan.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan kebijakan pemerintah yang mempertahankan harga BBM wajar dilakukan jika dilihat dari perspektif makro ekonomi seiring dengan target pertumbuhan ekonomi yang kemungkinan tidak tercapai.
“Karena jika harga BBM naik tentu akan semakin jauh dari target pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai,” kata dia.

Namun demikian pemerintah juga jangan melupakan hal lain, yakni dari perspektif kepentingan korporasi yang harus didiskusikan dengan Pertamina. Apalagi pemerintah tidak memberikan subsidi penuh ke BBM, sehingga kelebihan beban tentu harus ditanggung perusahaan pelaksana.

“Titik tengahnya tentu harus ada pembahasan untuk mencari solusinya, terutama bagaimana mengkompensasi potesi kerugian yang akan ditanggung pelaksana dalam hal ini Pertamina,” tandas Komaidi.(RI)