JAKARTA– Refineria de Petroleos de Escombreras (Repsol) SA, perusahaan minyak dan gas bumi asal Spanyol yang memiliki wilayah operasi di 29 negara, berencana melepas kepemilikan 3,06% hak partisipasi di proyek gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Blok Tangguh, di Teluk Bintuni, Papua Barat. Kabar yang dilansir Bloomberg menyebutkan manajemen Repsol telah menunjuk Goldman Sachs untuk membantu mencari pembeli yang berminat membeli saham perseroan di Tangguh.

BP, perusahaan asal Inggris, saat ini menguasai 37,16% saham di proyek Tangguh sekaligus menjadi operator kilangnya. Pemegang saham lainnya adalah MI Berau sebesar 16,3%, China National Offshore Oil Corporation 13,9%, Nippon Oil Exploration 12,23%, KG Berau Petroleum dan KG Wiriagar Petroleum 10%, Indonesia Natural Gas Resources 7,35% dan Talisman Energy, yang saat ini kepemilikan sahamnya dikuasai Repsol, 3,06%. Repsol pada akhir 2014 mengakuisisi Talisman senilai US$ 8,3 miliar dan pembayaran utang Talisman senilai US$ 4,7 miliar sehingga seluruh total pembelian perusahaan Kanada tersebut sebesar US$13 miliar.

LNG Tangguh adalah mega-proyek yang membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk menampung gas alam yang berasal dari beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni, seperti Blok Berau, Blok Wiriagar dan Blok Muturi. LNG Tangguh melengkapi pengilangan gas yang sudah ada di Indonesia, yaitu di proyek regasifikasi LNG di Arun, Nanggroe Aceh Darussalam dan kilang LNG Bontang, Kalimantan Timur.

Proyek LNG Tangguh mulai dibangun sesuai dengan persetujuan akhir dari Pemerintah Indonesia dan partner pada Maret 2005. Proyek ini meliputi kegiatan pengeboran gas dari enam lapangan untuk menarik cadangan gas sekitar 14,4 triliun kaki kubik melalui dua anjungan lepas pantai yang terletak di Teluk Bintuni. Volume produksi dan ekspor dari dua train sekitar 3,8 juta ton per tahun.

Pemerintah Indonesia masih menyusun kesepakatan harga dengan BP terkait produksi gas alam cair dari Blok Tangguh Train III Papua  yang investasinya mencapai US$12 miliar. Kilang LNG tersebut diproyeksi mampu memproduksi 3,8 juta ton gas alam cair. Kesepakatan tidak hanya terkait harga gas, tetapi juga alokasi untuk pasar domestik. Sebelumnya, pemerintah berharap alokasi LNG untuk pasar domestik sebesar 40% dan 60% ekspor. (DR)