Gambar rencana komplek industri pengolahan dan pemurnian nikel yang akan dibangun Weda Bay Nickel di Halmahera.

JAKARTA – Setelah melalui renegosiasi yang panjang, PT Weda Bay Nickel akhirnya menyepakati empat dari enam klausul perubahan Kontrak Karya (KK) yang diusulkan pemerintah. Salah satunya, klausul untuk membangun smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Halmahera.

Kesepakatan itu tertuang dalam Berita Acara Pembahasan Amandemen Kontrak Karya, antara PT Weda Bay Nickel dan Pemerintah Republik Indonesia, yang ditandatangani di Jakarta, Senin, 4 Februari 2013.

Para pihak yang membubuhkan tanda tangan adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Thamrin Sihite, dan Presiden Direktur PT Weda Bay Nickel, Alain Bernard Henri Giraud.

Turut menyaksikan peristiwa bersejarah itu diantaranya Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, Direktur Pengembangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Tato Miraza, General Manager (GM) Corporate Weda Bay Nickel Pierre Noyer, GM External Relation Weda Bay Nickel Yudhi Santoso, Chief Representative Mitshubishi for Indonesia Masayuki Mizuno, dan para Direksi Eramet Group.

Berdasarkan hasil pembahasan amandemen kontrak, Weda Bay Nickel menerima klausul wajib melakukan pengolahan dan pemurnian bijih nikel, dengan membangun pabrik hydrometallurgy pionir sebagai greenfield project di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.

Greenfield project yang akan dibangun Weda Bay Nickel, adalah suatu proyek terintegrasi tambang nikel terbuka. Selain berupa pabrik hydrometallurgy, juga berupa fasilitas dan infrastruktur pendukungnya.

“Proyek penambangan dan pengolahan nikel terpadu ini, akan memanfaatkan bijih nikel secara maksimal dengan mengolah bijih nikel kadar rendah, sehingga akan meminimalkan emisi karbondioksida,” sebut siaran pers Kementerian ESDM.

Dalam siaran per situ juga disebutkan, smelter yang akan dibangun Weda Bay Nickel, termasuk dalam proyek strategis Rencana Induk 2011-2025 Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

“Proyek ini diharapkan akan memberikan kontribusi bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Maluku Utara. Baik dalam bentuk penciptaan tenaga kerja lokal, pengembangan sumber daya manusia, serta mengutamakan penggunaan barang dan jasa dari Indonesia,” ucap Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian ESDM, Susyanto dalam keterangan tertulisnya.

Sesuai berita acara yang ditandatangani, dari enam isu strategis yang disodorkan dalam renegosiasi, baru empat yang berhasil disepakati secara prinsip, yaitu;

  1. Tentang luas wilayah Kontrak Karya;
  2. Tentang jangka waktu kegiatan operasi produksi;
  3. Kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri;
  4. Peningkatan pemanfaatan tenaga kerja setempat berikut barang dalam negeri, serta wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal dan/atau nasional.

Sedangkan dua isu lain yang disodorkan pemerintah dalam renegoasi Kontrak Karya, yaitu kewajiban divestasi dan peningkatan penerimaan negara berupa Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak, menurut Susyanto masih perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut.

(Iksan Tejo/duniaenergi@yahoo.co.id)