JAKARTA– PT Adaro Energy (ADRO), emiten energi terintegrasi, mengapresiasi rencana pemerintah yang mengubah kebijakan terkait izin tambang. Rencana penerbitan perubahan keenam atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara itu akan berdampak positif bagi perusahaan.

Febriati Nadira, Head of Corporate Communication Adaro Energy, mengatakan rencana penerbitan regulasi izin tambang itu akan memperlancar kegiatan operasional perusahaan. Adaro juga akan diuntungkan dari kebijakan itu karena ada kejelasan untuk operasiona perusahaan dalam jangka panjang.

“Ini juga sebagai bentuk ketaatan perusahaan terhadap peraturan pemerintah,” ujar Nadira saat dihubungi Dunia-Energi, Selasa (13/11).

Tambang Adaro di Kalimantan akan berakhir masa kontraknya pada 2022. Nadira menyebutkan, manajemen Adaro secara resmi (official) belum memsukkan perpanjangan izin. Akan tetapi, persiapan dari awal sudah dilakukan melalui diskusi dan koordinasi secara berkelanjutan.

“Sesuai aturan, kami barus bisa mengajukan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi minimal dua tahun sebelum masa berakhir. Hanya saja tentunya kami akan menyesuaikan dengan peraturan baru,” ujar Nadira.

Selain Adaro, ada beberapa perusahaan tambang yang kontraknya akan berakhir pada setahun hingga lima tahun ke depan. Perusahaan tersebut adalah PT Tanito Harum yang berakhir kontrak pada 2019; dua anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), yaitu PT Arutmin Indonesia (2020) dan PT Kaltim Prima Coal (2021); Adaro Energy (2022); PT Multi Harapan Utama (2023); PT Kideco Jaya Agung (2024); dan PT Berau Coal (2025).

Dalam draf regulasi yang diterima Dunia Energi, Senin (12/11) terungkap salah satu poin utama perubahan izin tambang adalah adalah terkait tenggat permohonan perpanjangan kontrak bagi para perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Dalam aturan baru nanti permohonan perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPKK diajukan dalam jangka waktu paling cepat lima tahun dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya PKP2B. Padahal dalam beleid sebelumnya paling cepat dua tahun sebelum kontraknya habis.

Poin berikutnya adalah masa IUPK OP perpanjangan adalah sisa umur kontrak ditambah waktu perpanjangan (1 x 10 tahun) sesuai regulasi. PKPK2B adalah aturan baru nanti dianggap telah berakhir ketika permohonan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK disetujui.
Ketentuan hak dan kewajiban IUPK OP perpanjangan berlaku sejak permohonan perpanjangan disetujui Menteri. Perubahan PKP2B menjadi IUPK dilakukan dengan tujuan peningkatan penerimaan negara.

Proses perubahan regulasi ini telah memasuki tahap sinkronisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sehingga hanya tinggal menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo. (DR)