JAKARTA – Pemerintah mulai mengontrol penuh harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 21 Tahun 2018 yang merevisi aturan sebelumnya, Permen ESDM Nomor 39 Tahun 2014

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, mengatakan penerbitan aturan tersebut sebagai jawaban dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan keterlibatan pemerintah dalam penetapan dan penentuan harga BBM.

“Sebagai bagian putusan MK, jadi pemerintah mengkontrol bukan tidak boleh naik. Jadi intinya pemerintah hadir dalam penentuan harga tersebut (sesuai putusan MK),” kata Agung kepada Dunia Energi, Kamis (19/4).

Pemerintah masih meyakini iklim investasi di sektor hilir migas tidak akan terlalu berdampak serius. Pada dasarnya pemerintah tetap menjamin pelaku usaha untuk mendapat keuntungan.

Menurut Agung, concern pemerintah adalah agar perubahan harga BBM tidak memberikan dampak negatif terhadap inflasi.

“Ya kan pemerintah tidak juga melarang naik. Naik boleh, tapi melapor ke pemerintah. Pemerintah tidak ingin membuat investor merugi. Pemerintah ingin dilaporkan saja, sehingga tidak menimbulkan dampak kepada inflasi,” ungkap dia.

Selain melapor, saat ingin menaikan harga BBM badan usaha juga akan diminta melaporkan saat ingin menurunkan harga BBM

“Kalau mau turun juga harus lapor, bukan saat naik harga saja,” kata Agung.

Poin utama Permen 21/2018 tercantum dalam pasal 4 ayat 1, yakni perhitungan harga jual eceran jenis BBM umum di titik serah untuk setiap liter ditetapkan badan usaha dengan harga tertinggi ditentukan berdasarkan harga dasar ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) dengan margin paling tinggi 10% dari harga dasar.

Pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan  penetapan harga jual eceran jenis BBM umum yang disalurkan badan usaha pemegang izin usaha niaga minyak dan gas bumi dan/atau penyalur bahan bakar minyak melalui stasiun pengisian bahan bakar umum dan/atau stasiun pengisian bahan bakar nelayan ditetapkan badan usaha setelah mendapatkan persetujuan menteri.

Susyanto, Sekretaris Ditjen Migas Kementerian ESDM, mengungkapkan poin perubahan yang ditetapkan  pemerintah adalah penghapusan batas bawah margin sebesar 5%.

“Batas bawahnya 5% dihapus tapi atasnya tetap 10%,” tukas Susyanto.

Kementerian ESDM mengklaim sudah mengumpulkan  badan usaha yang terdampak dengan kebijakan baru nanti. Setelah diberikan pemahaman, badan usaha tidak keberatan dengan kebijakan tersebut.

“Sudah dipanggil semua kok, Pertamina, Shell. Mereka prinsipnya itu, kebijakan pemerintah seperti Bu Sri Mulyani bilang mendukung juga, karena putusan MK bahwa harga bahan bakar minyak dan gas bumi diatur dan ditetapkan. Jadi akhirnya komoditas strategis harus dikontrol pemerintah,” papar Susyanto.

Selama ini hanya beberapa jenis BBM tertentu saja yang bisa diatur penetapan harganya diatur pemerintah. Mekanisme pengajuan perubahan harga tidak dalam periode tertentu. Jika ingin ada perubahan harga maka badan usaha bisa langsung mengajukan perubahan tersebut kepada pemerintah.

Selanjutnya, akan dibahas bersama besaran perubahan harga yang disetujui. Sebagai patokan penentuan badan usaha akan menyampaikan harga dasar keekonomian masing-masing jenis bahan bakar yang dipasarkan.

“Kemarin rapat sudah sepakat. Mereka (badan usaha) sampaikan ke kami harga keekonomian masing-masing. Nanti itu jadi patokan,” tandas Susyanto.(RI)