JAKARTA – Pemerintah menegaskan memiliki kepentingan untuk bisa mempertahankan produksi minyak dan gas tetap stabil. Untuk itu, regulasi terkait mekanisme pengembalian biaya investasi pada kegiatan hulu migas yang telah memasuki masa terminasi atau habis masa kontrak diterbitkan.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan regulasi yang mengatur pengembalian biaya operasi dibuat untuk mengatasi permasalahan penurunan produksi yang kerap kali terjadi di suatu blok migas menjelang berakhirnya masa kontrak. Regulasi dibuat sebagai upaya agar produksi tidak anjlok dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) mendapatkan hak dalam pengembalian biaya investasi.

“Pemerintah mempunyai kepentingan untuk menaikan produksi. Biasanya produksi turun seiring dengan waktu, kalau ada batas waktu PSC, kalau tidak ada tindakan secara alami akan turun,” kata Arcandra di Kementerian ESDM, Senin malam (17/4).

Pemerintah telah menerbitkan regulasi baru, yakni Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2017 tentang biaya pengembalian operasi, terutama yang dilakukan pada masa transisi sebelum masa kontrak blok migas berakhir

Menurut Arcandra, kontraktor diharapkan memiliki kajian serta perhitungan yang tepat terhadap blok yang dikelola, terutama jika ingin mendapatkan revenue dari investasi yang dilakukan.

Selama ini banyak kontraktor yang sebenarnya mau berinvestasi saat mendekati masa kontrak akan habis, namun urung dilakukan karena tidak jarang hasil dari investasi tersebut didapatkan tidak dalam jangka waktu singkat.

“Mau tidak kontraktor lama investasi tidak dapat apa-apa, yang menikmati justru kontraktor baru? Harus ada cara dia mau investasi, cost-nya harus dapat dikembalikan,” ungkap Arcandra.

Dia menambahkan dengan adanya regulasi baru, kontraktor akan didorong untuk tidak khawatir menanamkan investasi.
Pasalnya, jika perhitungan dan kajian yang dilakukan tepat dan berpotensi besar meningkatkan produksi akan ada tambahan insentif. Insentif tersebut berupa deskresi Menteri ESDM untuk memastikan biaya, bahkan menetapkan nilai pengembalian berbeda dengan biaya investasi yang dikeluarkan.

Salah satu tindakan yang bisa mendapatkan deskresi menteri adalah tindakan Enhance Oil Recovery (EOR) yang dilakukan kontraktor. Desresi menteri dinilai penting jika dilakukan EOR disuatu blok karena dibutuhkan waktu untuk menikmati hasil dari metode tersebut. “EOR baru akan didapatkan hasilnya bisa 5 – 10 tahun setelah dilakukan,” ungkap Arcandra.

Menurut Arcandra, poin deskresi tersebut bisa dilakukan di Blok Rokan yang dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia yang kontraknya akan habis empat tahun lagi sementara EOR rencananya baru akan dilakukan pada 2019.

Selain EOR, nilai keekonomian lapangan juga dapat dijadikan pertimbangan menteri. Nilai keekonomian disini bisa diartikan dengan pembangunan infrastruktur tambahan menjelang kontrak berakhir yang mampu menopang peningkatan produksi.

“Misalnya mereka (kontraktor) terpaksa bangun baru, karena yang lama tidak cukup. Itu kan butuh waktu dan dana, tentu investor baru yang akan dapatkan benefit nantinya,” kata Arcandra.(RI)