JAKARTA – Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi ditargetkan bisa segera diberlakukan dalam waktu dekat. Salah satu poin utama dalam revisi tersebut adalah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) bisa mengalihkan komitmen eksplorasinya di wilayah kerja lain.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan apabila kontraktor melakukan eksplorasi di suatu wilayah dan menemui masalah teknis maupun nonteknis, seperti masalah sosial maka komitmen eksplorasinya bisa dialihkan ke wilayah lain.

“Kami ajukan bahwa firm commitment di kegiatan hulu itu bisa dialihkan ke wilayah kerja (WK) lain sepanjang itu adalah additional commitment yang ditambahkan ke WK tersebut, bukan pengurangan,” kata Arcandra saat diskusi bersama media di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (26/1).

Komitmen yang dimaksud misalnya pada awal komitmen di suatu WK sekitar tiga sumur untuk drilling di suatu lapangan. Namun saat ada masalah, komitmen tersebut bisa dipindahkan ke lapangan lain dengan perusahaan yang sama. Jadi komitmen yang dialihkan tersebut akan menambah komitmen yang telah ada di lapangan yang dituju.

Akan tetapi fasilitas itu tetap dibatasi, yakni wilayah yang ingin dituju untuk penambahan komitmen tersebut masih merupakan wilayah milik satu perusahaan atau yang berafiliasi (memiliki induk yang sama). Jika tidak berafiliasi maka kontraktor diwajibkan membayar.

“Misalnya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan PT Pertamina EP. Yang penting tidak berkurang. Kalau dia tidak ada afiliasi, dia tidak bisa transfer komitmen, dia harus bayar,” ungkap Arcandra.

Pengalihan komitmen, bahkan bisa tidak harus dengan aktivitas yang sama. Misalnya, jika pengalihan komitmen dalam bentuk aktivitas seismik bukan pengeboran sumur. Dengan catatan nilai atau biayanya sama dan memperoleh hasil yang memang lebih baik.

“Selama lebih baik bisa. Nilainya tidak boleh berkurang. Nanti detailnya kita lihat lagi,” kata dia.

Selain boleh mengalihkan komitmen eskplorasi, poin utama lainnya adalah bebas bea masuk terhadap barang atau peralatan untuk kegiatan operasi migas. Nantinya kontraktor tidak perlu mengembalikan lagi ke negara barang yang sudah digunakan tersebut, melainkan bisa langsung diserahkan dan digunakan untuk kegiatan di wilayah lain akan tetapi tetap di satu perusahaan.

Jika lain perusahaan, maka kontraktor pemilik barang tersebut harus membayar pajak bea masuk terlebih dulu baru diselesaikan secara business to business dengan calon pembeli barang atau peralatan tersebut.

“Kalau tidak perusahaan yang sama, barang ini harus di-zero-kan dulu, dibayar berapa pajak yang tidak dibayarkan tadi. Kan dia masuk tidak ada import duty untuk eksplorasi, nanti kalau mau dipakai di perusahaan lain, dibayar dulu import duty-nya,” kata Arcandra.(RI)