JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi serta investasi yang ada saat ini capaian energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional diperkirakan dibawah target yang sudah dicanangkan pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 23 persen.

“Kita memang berkomitmen 23 persen pada 2025, tapi jujur mungkin tidak akan mencapai target tersebut. Mungkin disekitar 20 persen,” kata Ignasius Jonan, Menteri ESDM di Jakarta, Selasa (28/2).

Menurut Jonan, permasalahan terbesar Indonesia adalah tarif listrik EBT yang masih terbilang mahal. Hal itu disebabkan masih tingginya biaya pengembangan EBT, termasuk pembangunan infrastruktur pembangkit, teknologi, serta ditambah kemampuan ekonomi.

Kemampuan masyarakat Indonesia untuk ikut dalam mengembangkan EBT masih cukup rendah, hal ini ditunjukkan dengan gross domestic product (GDP) per kapita masyarakat yang hanya berada dikisaran US$ 1.000 – US$ 2.000 per kapita setiap tahun.

Jonan mengatakan untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah akan mengambil berbagai kebijakan yang bisa memberikan dorongan kepastian usaha tanpa harus mengorbankan masyarakat dengan adanya kenaikan tarif.

“Pemerintah akan mendorong EBT tanpa harus mengenakan kenaikan tarif karena bisa berdampak pada kondisi kesejahteraan sosial masyarakat,” tambahnya.

Surya Darma, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan perkiraan capaian EBT yang disampaikan pemerintah bisa dilihat dari arah pengembangan EBT saat ini yang mendorong investasi EBT ke arah timur Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari bentuk kebijakan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2017 yang disebutkan penetapan harga listrik dipatok berdasarkan nilai Biaya Pokok Produksi (BPP) setempat.

Sementara BPP disetiap wilayah Indonesia bervariasi, dengan nilai BPP wilayah barat lebih rendah dibanding wilayah timur. Padahal kebutuhan energi di wilayah timur masih minim dan kalah dibandingkan dengan di wilayah barat.

“Kalau dalam perhitungan yang saya dapatkan, Indonesia bagian timur sekitar 10 persen dari kebutuhan energi nasional. Kalau itu 10 persen pasti pencapaiannya 10 persen dari 23 persen juga. Kalau sekarang katakanlah sudah 6 persen ditambah dengan 2,3 persen, sekitar 8 persen,” papar Surya Darma.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbaruan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, mengungkapkan pemerintah tidak akan gegabah dalam memberikan subsidi bagi pengembangan EBT. Masyarakat dan para stakeholder diminta bersabar menantikan reaksi pasar terhadap pembenahan regulasi yang tengah dilakukan pemerintah.

“Intinya jangan sampai rakyat menanggung harga listrik yang mahal. Kemarin kan kebijakan baru keluar. Kita lihat juga reaksi pasar,” tandas Rida.(RI)