JAKARTA – Realisasi lifting migas nasional masih jauh dari target yang dicanangkan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018. Produksi siap jual (lifting) minyak dan gas hingga 24 Mei 2018 rata-rata mencapai 1.895 ribu barel oil ekuivalen per day (BOEPD), dibawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 2.000 ribu BOEPD.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat rata-rata lifting minyak hingga 24 Mei hanya mencapai 737 ribu barel oil per day (BOPD) dari target APBN sebesar 800 ribu BOPD. Lifting gas juga meleset jauh dari target sebesar 1.200 ribu BOEPD dan hanya terealisasi 1.157 BOEPD.

Realisasi lifting berbanding terbalik dengan produksi migas yang melampaui target sebesar 2.151 ribu BOEPD dan terealisasi 2.174 ribu BOEPD. Pencapaian produksi migas ditopang dari realisasi produksi gas yang positif. Dari target sebesar 1.351 ribu BOEPD, realisasi produksi gas rata-rata mencapai 1.396 ribu BOEPD.

Namun untuk produksi minyak, meleset dari target. Rata-rata produksi minyak sebesar 778 ribu BOPD dari target APBN sebesar 800 ribu BOPD.

Lima perusahaan besar yang menjadi kontributor terbesar dalam produksi minyak Indonesia saat ini adalah PT Chevron Pacific Indonesia, Mobil Cepu LTD, PT Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam dan CNOOC. Untuk produksi gas terbesar ditopang dari produksi BP Berau LTD (Tangguh), Pertamina Hulu Mahakam, ConocoPhillips (Grissik) LTD, PT Pertamina EP dan Eni Muara Bakau.

Wisnu Prabawa, Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan ada beberapa faktor teknis yang menyebabkan target produksi minyak di awal tahun ini masih belum tercapai.

“Beberapa hal utama seperti program pengembangan terutama pemboran belum selesai. Semua masih tahap penyelesaian, lalu beberapa kendala di fasilitas produksi,” kata Wisnu kepada Dunia Energi, Kamis (31/5).

Berdasarkan data SKK Migas, beberapa hambatan produksi minyak terjadi di beberapa wilayah produksi milik PHE ONWJ, di Chevron Pacific Indonesia, Medco Natuna, Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam dan BOB PT Bumi Siak Pusako – PN HULU.

Lifting minyak tidak tercapai target lebih disebabkan karena jadwal untuk melakukan lifting. “Stok crude oil cukup tinggi dan lifting-nya masih menunggu jadwal untuk dilakukan lifting,” tukas Wisnu.

Menurut Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, perbedaan cukup besar antara lifting dan produksi biasa terjadi dalam industri migas. Karena itu ditentukan dengan keakuratan jadwal kedatangan kapal untuk mengangkut migas hasil produksi.

“Bisa kan produksi itu tiap hari keluar minyak kemudian di tampung dulu ditangki. Nanti setelah sekian lama baru tangkinya penuh dan di lifting sesuai jadwal kedatangan kapal,” tandas Djoko.(RI)