JAKARTA – Manajemen PT Cirebon Energi Prasarana, perusahaan konsorsium pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTU) Cirebon Unit II menegaskan izin lingkungan pembangunan pembangkit belum dicabut hingga ada kekuatan hukum tetap.

“Pemerintah Provinsi Jawa Barat naik banding. Semoga (proyek PLTU Cirebon) jalan terus,” ujar Heru Dewanto, Presiden Direktur Cirebon Prasarana kepada Dunia Energi, Selasa (25/4).

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Rabu (19/4), mengabulkan gugatan pencabutan izin lingkungan PLTU Cirebon II.

Perkara gugatan yang telah berjalan sejak Desember 2016 tersebut merupakan perkara antara enam warga Desa Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, yakni Dusmad, dan kawan-kawan sebagai para penggugat melawan Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Jawa Barat (BPMP Provinsi Jawa Barat) sebagai tergugat.

“Gugatan dikabulkan, izin lingkungan dicabut. Pihak Pemprov (Pemerintah Provinsi) Bandung mengajukan banding,” ungkap Dwi Sawung, Pengkampanye Isu Urban dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Selasa.

Dwi menambahkan saat ini WALHI bersama tim kuasa hukum tengah membahas langkah selanjutnya menghadapi gugatan banding Pemprov Jawa Barat.

Pencabutan izin lingkungan proyek PLTU Cirebon II akan menyebabkan berhentinya kegiatan proyek pembangunan yang kini dalam tahap pematangan lahan untuk konstruksi. Padahal PLTU Cirebon II ditargetkan beroperasi pada 2020.

Jika PLTU Cirebon II tetap melakukan usaha atau kegiatan, termasuk di antaranya adalah pelaksanaan konstruksi, dengan keadaan Izin Lingkungan sudah dicabut, maka PLTU Cirebon II terancam dikenakan sanksi pidana karena melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa Izin Lingkungan sebagaimana diatur Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Penerbitan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) untuk PLTU Cirebon II juga tidak bisa dilakukan karena penerbitan IUPTL tersebut dipersyaratkan harus memiliki izin lingkungan terlebih dahulu. Penerbitan IUPTL tanpa disertai Izin Lingkungan diancam pula dengan sanksi pidana sebagaimana diatur pada Pasal 111 Ayat (2) UU PPLH.

Cirebon Energi Prasarana sebelumnya telah menandatangani perjanjian pendanaan (loan agreement) dengan tiga lembaga keuangan, yakni Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Korea Eximbank (KEXIM) dan Nippon Export and Investment Insurance(NEXI) senilai US$ 1,74 miliar atau lebih dari Rp 23 triliun untuk proyek PLTU Cirebon II berkapasitas 1×1.000 megawatt (MW) pada Selasa(18/4).

Penandatanganan perjanjian pendanaan juga akan segera diikuti dengan penyelesaian proses pembiayaan final (financial closing) pada 8 Mei 2017.

“Benar, kita sudah tandatangan loan agreement pada 18 April lalu senilai US$ 1,74 miliar,” tukas Heru.

Cirebon Energi sebelumnya telah menandatangani perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBTL) dengan PT PLN (Persero) pada 23 Oktober 2015 untuk PLTU Cirebon II.

Dengan mengadopsi teknologi ultra super critical, pembangkit yang berlokasi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ini kelak akan menggunakan batubara kalori rendah yakni 4.000 hingga 4.600 kkal per kilogram, dan dapat melakukan pembakaran dengan efisiensi tinggi sehingga lebih ramah lingkungan.

PLTU Cirebon II diproyeksikan mampu menghasilkan energi 7.533 GwH per tahun. Daya yang dihasilkan akan memperkuat sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali menggunakan transmisi 500 KV melalui koneksi gardu induk Mandirancan.

Cirebon Energi, perusahaan konsorsium perusahaan konsorsium yang terdiri dari PT Indika Energy Tbk (INDY) yang menguasai 25% saham. Serta Marubeni Corporation (35%), Samtan Co. Ltd (20%), Korea Midland Power Co. Ltd. (10%), dan Chubu Electric Power Co. Inc. (10%) saat ini mengoperasikan PLTU Cirebon Unit 1 berkapasitas 660 MW dengan teknologi Super Critical Boiler sejak 2012.(RA)