JAKARTA- Keputusan pemegang saham PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, meningkatkan target pertumbuhan kinerja finansial pada 2017 dibandingkan prognosa 2016 diapresiasi positif oleh sejumlah kalangan. Target pertumbuhan agresif terutama pada kinerja finansial pada 2017 dinilai realistis kendati harga minyak dunia masih berada di bawah level idealnya.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina pada Jumat (23/12) pekan lalu memproyeksikan peningkatan pertumbuhan laba bersih 2017 yang naik 6% menjadi US$ 3,04 miliar dibandingkan prognosa 2016 sebesar US$ 2,88 miliar ditopang proyeksi kenaikan pendapatan yang melonjak 15% menjadi US$ 42,59 miliar dibandingkan prognosa 2016 sebesar US$ 37,03 miliar. RUPS Pertamina juga memutuskan laba bersih sebelum pajak, depresiasi dan amortisasi naik 6% menjadi US$ 7,43 miliar dari sebelumnya US$ 6,98 miliar. Sementara EBITDA Margin turun 8% dari 18,9% menjadi 17,4%. Adapun belanja modal (capital expenditure) turun 6% menjadi US$ 6,67 miliar dibandingkan prognosa 2016 sebesar US$ 6,90 miliar.

Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, mengapresiasi kinerja Pertamina selama 2016 dan proyeksi pertumbuhan agresif pada 2017. Target tersebut dinilai realistis karena proyeksi kinerja finansialnya juga tidak terlalu besar. “Konsern kami di Komisi VII Pertamina, pertumbuhan kinerjan itu jangan dengan cara meningkatkan harga atau tarif yang membebani masyarakat, tapi dicapai melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi di sisi lain sehingga target bisa tercapai tapi tidak bebani masyarakat,” katanya.

Menurut Gus Irawan, pemeirntah dan DPR harus mendukung upaya Pertamina meningkatkan kinerja, termasuk regulasi yang harus memberi ruang bagi Pertamina bisa bertindak lebih baik . “Saya kira pemerintah akan dukung kan pertamina milik negara, kita ingin Pertamina lebih besar, bisa tumbuh performansnya, dan bisa meningkatkan kontribusi bagi membangun negeri,” katanya.

Firlie H Ganinduto, Ketua Komite Tetap Hulu Minyak dan Gas Bumi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, mengatakan pertumbuhan agresif Pertamina pada 2017 cukup positif kendati harga minyak mentah dunia masih rendah. Di sektor hulu, Pertamina memang harus meningkatkan produksi selain menambah cadangan. “Peningkatan cadangan itu wajib hukumnya, apalagi banyak lapangan migas yang dikelola Pertamina sudah berusia tua. Ekspansi ke luar negeri adalah pilihan yang tepat bagi Pertamina,” jelas dia.

Hingga kuartal III 2016, produksi migas Pertamina mencapai 646 ribu barel setara minyak (barel oil equivalent per day/boepd) naik 12,3 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu. Produksi tersebut terdiri dari minyak 309 ribu barel per hari minyak ‎(bph), naik 12% dari periode yang sama tahun lalu 277 ribu bph. Sementara produksi gas tercayay naik 13% menjadi 1.953 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari 1.728 MMCSFD.

Menurut dia, Pertamina harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sebagai national oil company (NOC), pemerintah sejatinya memberikan privilese kepada Pertamina untuk lebih berkembang dan menjadi pemain migas berskala global. Artinya, Pertamina ke depan akan menjadi lokomotif bagi industri energi. “Penempatan Pertamina sebagai holding energi, khususnnya migas adalah kebijakan yang tepat,” ujarnya.

Dirgo Purbo, analis geopolitik energi dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), menilai proyeksi pertumbuhan Pertamina pada 2017 bisa tercapai dengan antisipasi harga minyak naik sekitar US $60 per barel. Dia juga berharap manajemen Pertamina merinci prospek-prospek produk perusahaan yang berpotensi meningkatkan pendapatan seperti peningkatan produksi Blok Cepu serta dari hilir berupa penjualan produk BBM, LPG, dan pelumas.

Tanri Abeng, Komisaris Utama Pertamina, mengatakan pada 2016 pencapaian Pertamina sudah bagus, tetapi pemegang saham memberi aspirasi agar kinerja perusahaan jauh lebih bagus lagi. “Ini tidak mudah karena itulah tantangan bagi Pertamina,” ujarnya.

Menurut Tanri, dalam RUPS Pertamina disepakati semua rencana kerja yang menantang pada 2017 sehingga bisa lebih baik dari tahun ini. Dari sisi hulu, Pertamina harus lebih agresif mencari ladang untuk bisa menambah cadangan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.“Kalau di hilir, semua lini harus terus meningkatkan efisiensi,” tandas Tanri.(RA/RI)