JAKARTA – Sanksi terhadap produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) yang terlambat mengoperasikan (commercial operation date/CoD) proyek pembangkit listrik dinilai tidak memberikan efek signifikan.

“Kalau performa tidak sesuai dengan PPA (power purchase agreement) memang ada sanksinya, tapi tidak terlalu signifikan. Lalu kalau telat CoD, itu tidak ada sanksinya dulu,” kata Nicke Widyawati, Direktur Perencanaan Korporat PLN saat ditemui di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis (5/1).

Menurut Nicke, PLN dalam usulannya kepada pemerintah meminta sanksi bagi IPP yang molor dalam menyelesaikan pembangunan pembangkit listrik dalam bentuk penggantian seluruh biaya yang harus dikeluarkan PLN dalam menyediakan pasokan listrik pengganti.
Pasalnya, jika IPP terlambat dalam membangun pembangkit, otomatis ada suatu wilayah yang tidak akan teraliri listrik. Untuk itu PLN pasti harus mencari sumber energi lain untuk bisa menjadi alternatif pasokan listrik.

“Sanksi ya berapa biaya yang dikeluarkan PLN. Misalkan harus ada pasokan listrik, kemudian PLN sediakan pengganti kan menggunakan pembangkit lain atau sewa. Jadi sebesar biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan pembangkit lain,” papar Nicke.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, menyatakan perjanjian jual beli listrik (PPA) harus disusun berdasarkan prinsip bisnis yang berkeadilan. Apabila IPP telah menjanjikan menghasilkan capacity factor-nya, maka harus dipenuhi. “Dalam proses pengerjaan misalnya terjadi keterlambatan, maka keterlambatan tersebut harus diberi pinalti,” katanya.

Aturan penggantian rugi, lanjut Arcandra, sesuai biaya yang akan dikeluarkan PLN untuk menyediakan listrik penggantinya sudah merupakan aturan standar yang biasa dilakukan di negara lain untuk bisa menjamin target pembangunan tetap tercapai.

“Itu standar internasional. Jadi di internasional, sesuai perjanjian tanggal berapa bulan berapa ya harus di deliver,” tegasnya.

Dengan adanya peraturan baru nantinya maka bisa meminimalisir keberadaan IPP yang tidak terjamin kredibilitasnya.

“Kita tidak menginginkan lagi IPP yang tidak kredibel ikut masuk, yang kemudian tidak bertanggung jawab untuk mendeliver seperti apa yang ada di kontrak,” tandas Arcandra.(RI)