JAKARTA – Seiring pertumbuhan ekonomi 2017 yang hanya 5,1%, dibawah proyeksi sebesar 5,5%, rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027 direvisi. Kebijakan tersebut ikut berdampak pada rencana penambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT).

“RUPTL-nya turun dari 78 ribu Megawat (MW) menjadi 56 ribu MW. Demand (kebutuhan listrik) asumsinya 8%, real-nya cuma 3% atau 4%, tahun lalu sekitar 4%. Sekarang dikoreksi dengan pertumbuhan yang tidak seperti dulu, sehingga hanya 56 ribu MW,” kata Tohari Hadiat, Kepala Divisi Energi Baru dan Terbarukan PT PLN (Persero) di Jakarta, Kamis (22/2).

Draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027 menyebutkan proyeksi penambahan pembangkit listrik EBT ditargetkan sebesar 14.912 MW. Proyeksi tersebut jauh berkurang dibanding RUPTL 2017-2026 sebesar 21.560 MW. Pada 2018, penambahan pembangkit listrik EBT diproyeksikan hanya sebesar 512 MW.

“Sekitar 27% (turunnya) dari total sekitar 56 ribu MW. Dulu kan sekitar 21 ribu MW dari 78 ribu MW,” kata Tohari.

Tohari memastikan tidak ada pembatalan proyek pembangunan pembangkit EBT, yang terjadi hanya perubahan jadwal. PLN akan melihat dan menyeleksi pembangkit mana saja yang dinilai sudah paling siap dibangun, baru kemudian dieksekusi.

“Nanti mana yang siap duluan, dia yang mengisi ke slot 14 ribu MW itu. Berarti yang (hampir) 5 ribu MW sisanya itu apa saja yang dari sini (list potensi) yang paling siap. Yang belum siap ya nanti, mungkin di RUPTL selanjutnya nambah lagi. Jadi potensi namanya, daftar tunggu-lah,” kata dia.

Pengurangan rencana pembangkit EBT tidak serta merta merubah target bauran energi mix 2025 yang dipatok 23%. PLN optimistis target 23% masih tetap bisa direalisasikan. Namun tidak tertutup kemungkinan proyeksi pembangkit EBT kembali meningkat jika pertumbuhan permintaan listrik juga naik pada tahun-tahun mendatang.

Pekerja melintasi area Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy.

“Kan kita bangun pembangkit itu mengikuti demand-nya. Bisa jadi tahun depan kalau demand naik, ya naik (bangun pembangkit) lagi itu,” tandas Tohari.(RI)