JAKARTA –  Proses mencapai kesepakatan harga jual beli listrik antara PT PLN (Persero) dengan produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) yang sulit menjadi salah kendala utama dalam merealisasikan proyek pembangkit 35 ribu megawatt.

“Jadi intinya untuk mesukseskan program 35 ribu MW ini bukan kesepakatan antara pemerintah dengan IPP, tapi PLN dengan IPP di masalah harga,” kata Inas Nasrullah Zubir, Anggota Komisi VII DPR kepada Dunia Energi, Jumat (28/10).

PLTU

Selain sebagai off taker tunggal, PLN juga mendapatkan jatah untuk membangun pembangkit dengan total kapasitas 10.681 MW, yang terdiri dari 35 proyek. Sebagian besar atau 74 proyek lainnya digarap IPP dengan total kapasitas 25.904 MW.

Menurut Inas, upaya pemerintah dalam mengejar penuntasan proyek 35 ribu MW memang harus diapresiasi, namun adanya perbedaan filosofi dengan para pelaku usaha jadi kendala serius. Harga listrik yang disanggupi PLN saat ini adalah US$3 sen per KWh. Padahal angka tersebut dianggap belum memenuhi nilai keekonomian IPP.

“Ini kan masalah angka bisnis. Yang selalu mengemuka saat rapat dengan Sofyan Basir (direktur utama PLN) kan masalah angka beli per KWh yang selalu yang tidak sesuai,” ungkap dia.

Data Kementerian ESDM menyebutkan progress proyek 35 ribu MW memang terbilang berjalan lambat. Saat ini persentase jumlah kapasitas listrik yang sudah terpasang (commercial operating date/COD) dalam proyek baru sebesar 164 MW atau 1%.

Pemerintah sebelumnya mengusulkan kepada PLN untuk melakukan standarisasi proses perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement /PPA) dengan IPP. Hal tersebut diusulkan sebagai salah satu solusi untuk bisa mempercepat proyek 35 ribu MW yang seharusnya rampung pada 2019.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, sebelumnya menyatakan dengan adanya standarisasi PPA maka tidak perlu waktu lama dalam pembahasan perjanjian jual beli. Selain itu, standarisasi juga bisa memastikan IPP yang memiliki kualitas untuk bisa membangun pembangkit.

Fabby Tumiwa  Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR), menyatakan secara teori rencana standarisasi PPA memang patut dicoba untuk bisa mempercepat proses negosiasi dengan IPP. Berbagai aspek atau poin yang bisa dimasukan dalam klausul yang sudah terstandarisasi harus tercermin dalam aturan lelang.

“Sehingga pemenang lelang adalah pihak yang fit dengan ketentuan tersebut, jadi financial closing-nya lebih cepat” tandas Fabby.(RI)