JAKARTA- PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, memiliki komitmen tinggi untuk mendorong pembangunan infrastruktur gas di Tanah Air. Pasalnya, pembangunan infrastruktur gas bakal menunjang pertumbuhan ekonomi nasional yang sangat pesat. Apalagi saat ini, sebagian besar lapangan minyak dan gas (migas) yang telah berproduksi di Indonesia berada di daerah terpencil serta minim fasilitas.

“Sebagai negara kepulauan, Indonesia butuh banyak infrastruktur untuk mempermudah distribusi gas. Karena itu, Pertamina berkomitmen terus mengembangan infrastruktur  gas di Tanah Air demi mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication  Pertamina di Jakarta, Jumat (30/12).

Selama 10 tahun terakhir, Pertamina mengeluarkan belanja modal bagi pengembangan infrastruktur gas senilai US$ 3,68 miliar atau sekitar Rp45,7 triliun. Belanja modal tersebut dialokasikan untuk tiga sektor yaitu liquefaction, pipa, dan regasifikasi.

Bukti kesungguhan Pertamina dalam mengembangkan infrastruktur gas di Indonesia antara lain adalah pengembangan jaringan pipa. Bila pada 2014 panjang pipa yang terbangun baru 1.673 kilometer (km) pada akhir 2016 diproyeksikan mencapai 2.580 km. Jumlah stasiun pengisian bahan bakar umum dan MRU dari 25 pada 2014 menjadi 56 pada akhir 2015.Begitu pun dengan jaringan gas dari 41,7 ribu sambungan rumah tangga (SR) pada 2014 menjadi 89,3 ribu SR pada akhir 2016.

“Hingga akhir September 2016, Pertamina telah menyeleswaikan sejumlah proyek  infrastruktur gas,  antara lain pipa transmisi Belawan-KIM-KEK, tujuh SPBG-APN di Depok, Subang Kota, Subang wilayah  pantai utara, Citeuruep, Cirebon, Bogor, dan Balikpapan serta jaringan gas di Bulungan, Bekasi, Lhokseumawe, Lhoksukon, Pekanbaru, dan Sidoarjo II,” ujar Wianda.

Sementara proyek yang masih berjalan adalah pipa transmisi  gas dari Muara Karang-Muara Tawar, dan Gresik-Semarang. Sementara proyek Porong-Grati sudah gas in pada pertengahan November 2016. Juga dua SPBG APN di Jadebotabek dan Prabumulih serta tiga SPBG ABI PNA di Jakarta, selain jaringan gas di Subang, Ogan Ilir, Jambi serta Prabumulih pengembangan, Balikpapan, dan Cilegon.  
“Pengembangan infrastruktur gas ini juga ditopang oleh transportasi gas.  Hingga september 2016, Pertamina erealisasikan  transportasi sebanyak 393,22 bscf dari  sepanjang tahun lalu 531 BSCF. Sedangkan niaga gas atau total gas sales mencapai 529,93 BBT dan regasifikasi LNG sebesar 21.925,06  BSCF,” jelas dia.

IGN Wiratmaja Puja, Dirjen Migas Kementerian ESDM, mengatakan pembangunan jaringan pipa gas interkoneksi Jawa sangat potensial mendukung proyek listrik 35 ribu MW karena program kelistrikan yang dicanangkan pemerintah ini juga bakal memanfaatkan bahan bakar gas, yaitu sekitar 20 persen. Di luar itu, lanjut Wiratmadja, kebutuhan gas ke depan akan terus meningkat. Selain untuk listrik gas juga dibutuhkan oleh pabrik (industri) yang mulai banyak beralih dari BBM ke BBG.

Menurut Dirjen Migas, pemerintah akan terus mendorong PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha Pertamina,  dalam membangun jaringan pipa gas yang menyambungkan Jawa. Indonesia harus mengejar ketertinggalan dalam bidang infrastruktur migas, khususnya gas bumi, karena itu diperlukan pembangunan infrastruktur yang masif. “Pembangunan infrastruktur gas, menjadi penting dalam memicu pertumbuhan ekonomi yang merata,” katanya.

Ibrahim Hasyim,  Komisioner Badan Pengatur Hilir Migas,  mengatakan Pertamina pasti serius sekali dalam pengembangan infrastruktur energi karena sesungguhnya semua mata rantai pasok energi juga merupakan unit usaha. Apalagi transportasi dan penyimpanan adalah infrastruktur yang open access. “Dalam kondisi infrastruktur itu masih minim di Indonesia, investasi itu bisa untuk menunjang bisnis sendiri, juga bisa untuk unit usaha,” katanya.

Menurut Ibrahim, Pertamina saat ini adalah badan usaha yang paling  berkomitmen mengembangkan infrastruktur gas di  Tana Air, kendati pasar migas dalam negeri sangat terbuka dengan  badan usahanya mencapai sekitar 200 badan usaha. Namun, badan usaha lainnya tidak ada kemampuan untuk mengembangkan diri karena pasar gas domestik masih sangat muda, baru menggeliat 10 tahun terakhir.

“Saya membayangkan nanti pada suatu hari kelak dimana pemakaian gas didalam negeri telah meluas dan menyeluruh, dan dengan infrastruktur pipa transmisi dan distribusi sudah lengkap terintegrasi, energi gas akan menggeser peran BBM,” katanya.

Achmad Widjaja, Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, mengatakan peran strategis Pertamina sebagai BUMN energi terintegrasi dalam  menjadi pionir pengembangan infrastruktur gas di Tanah Air. Apalagi perusahaan menguasai  dari hulu hingga hilir sektor tersebut.

“Pertamina bisa menjadi penggerak ekonomi makro ke depan dnegan agenda-agenda pertumbuhan industri,” ujarnya.

Agar peran Pertamina  terasa  dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, Widjaja berharap pemerintah segera mempercepat realisasi pembentukan holding di sektor energi. Tujuan utamanya adalah untuk memegang kebijakan secara keseluruhan secara konstitusional, plus sebagai bagian daripada kebijakan penentuan ketahanan energi nasional.

“Penguasaan gas akan dilakukan secara terintegrasi oleh Pertamina dan kemudian pengelolaannya dilakukan oleh sub-holding gas. Dengan demikian, nantinya PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk ada di bawah Pertamina,” jelas Widjaja.(RA/RI)