JAKARTA– Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku memiliki potensi sumberdaya ikan yang melimpah. Meliputi Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714 (laut Banda) dan 718 (laut Arafura), estimasi potensi ikan lestari mencapai 2,4 juta ton. Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan nonikan Maluku Tenggara Barat.

Pada 2015, produksi kering rumput laut Maluku Tenggara Barat mencapai 10.714 ton dengan nilai Rp 96 miliar. Produksi ini dihasilkan oleh sekitar 3.663 rumah tangga budidaya atau sekitar 7.232 pembudidaya. Besarnya produksi rumput laut ini menempatkan Maluku Tenggara Barat di peringkat ketiga penghasil rumput laut terbesar provinsi Maluku, setelah Kota Tual dan Kabupaten Maluku Barat Daya.

Walaupun menjadi komoditas unggulan, pengembangan rumput laut di Maluku Tenggara Barat menghadapi sejumlah masalah dan tantangan strategis. Persoalan tersebut antara lain rendahnya penguasaan teknis budidaya, harga jual dan keterbatasan pada akses pasar rumput laut, dan masalah kelembagaan kelompok. Selan itu, rendahnya kesadaran dan budaya berkelompok, hingga belum berkembangnya kegiatan pengolahan produk rumput laut yang bisa memberikan nilai tambah produk bagi masyarakat.

Dengan fakta itu Inpex, perusahaan migas asal Jepang, melihat bahwa peluang untuk menjadikan rumput laut sebagai prime mover ekonomi lokal sangat terbuka lebar. Hal ini didukung dengan adanya intervensi pemerintah pusat. Sejak 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaksanakan program pengembangan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) serta program Kementerian Desa yang menjadikan Maluku Tenggara Barat sebagai lokasi program Aquaculture Estate dengan rumput laut sebagai komoditas unggulan yang akan di intervensi.

“Melalui program CSR yang kami namai investasi sosial (social investment), Inpex sejak tahun 2011 telah melakukan sejumlah program; antara lain pengembangan budidaya rumput laut khususnya di kecamatan Tanimbar Selatan, Maluku Tenggara Barat. Walau kami belum beroperasi, program social investment merupakan salah satu bentuk komitmen dan kepedulian Inpex guna membangun kepercayaan masyarakakat Tanimbar,” ujar Senior Manager Communications & Relations Inpex Usman Slamet dalam siaran pers yang diterima Dunia-Energi, Minggu (12/3).

 

Program CSR Inpex

Untuk program pengembangan rumput laut 2016-2017, Inpex menggandeng salah satu LSM ternama, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, yang dikenal telah juga sebagai implementing partner program Kementrian Kelautan dan Perikanan. Kordinator Nasional DFW-Indonesia Abdi Suhufan mengatakan.

Usman menyebutkan, ada empat tujuan proram tahun ini. Pertama, merevitalisasi aktivitas budidaya rumput laut yang sejak akhir 2015 mengalami kelesuan karena adanya wabah penyakit ice-ice dan anjloknya harga jual. Kedua, memfasilitasi pembentukan lembaga ekonomi desa (BUMdes). Ketiga, menciptakan dokumen perencanan pembangunan desa yang proterhadap isu pesisir. Keempat, mendorong keterlibatan SKPD agar lebih aktif memberikan asistensi dan dukungan bagi pembangun desa yang bercirikan pesisir dan laut di Maluku Tenggara Barat.

Puri Minari, Land Acquisition and Social Performance Manager Inpex, menjelaskan serangkaian keberhasilan program ini dalam memfasilitasi pembentukan tiga kelompok pembudidaya rumput laut dengan anggota hingga 100 orang; merancang pembentukan BUMDes/ Badan Usaha Milik Desa di desa Lermatang dan ini menjadi BUMDes pertama di MTB; serta pengadaan bibit rumput laut. Selain itu Inpex juga memfasilitasi sarana dan prasarana pendukung budidaya rumput laut di desa Lermatang; memfasilitasi penyusunan dokumen perencanaan desa (RPJMdes, RKPDes dan APBDes tahun anggaran 2017); pengadaan kontrak pembelian rumput laut antara petani rumput laut dan pembeli; dan mengonsepkan pengolahan dan pemasaran rumput laut oleh BUMdes/BUMD dan diakhiri dengan panen perdana rumput laut.

Inpex Dukung Perencanaan Desa dalam RPJMdes, RKPDes, dan APBDes

“Kami juga sangat terbantu dengan adanya hubungan dan sinergitas yang baik antara kami dengan pemerintah pusat melalui Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi dan KKP serta SKPD di MTB khususnya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Kelautan & Perikanan,” jelas Puri. (DR)