JAKARTA – Produksi minyak bumi nasional menunjukkan tren naik. Pada Agustus 2015, produksi rata-rata sebesar 776.500 barel per hari (bph). Sementara pada September 2015, produksi rata-rata berada diangka 800.500 bph. Periode Januari-September 2015, produksi rata-rata sebesar 783.000 bph atau 95% target produksi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.

“Untuk gas, produksinya cenderung stagnan diangka 8.000 juta kaki kubik per hari,” kata Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Budi Agustyono, saat membuka Rapat Koordinasi Kehumasan Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi se-Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa) di Yogyakarta, Selasa (15/9).

Secara total produksi rata-rata minyak dan gas bumi sebesar 2,21 juta barel ekuivalen per hari. Budi optimis, produksi rata-rata akan terus meningkat hingga akhir tahun dengan selesainya beberapa proyek migas. “Industri hulu migas dituntut bekerja keras untuk mencapai target lifting migas yang ditetapkan pemerintah,” katanya.

Untuk realisasi penerimaan Negara, per 4 September 2015 tercatat sebesar US$10,03 miliar atau sekitar Rp140 triliun. Jumlah ini sekitar 67% dari target penerimaan sebesar US$14,99 miliar.

Dia mengungkapkan pencapaian target nasional bukan hal yang mudah karena terdapat kendala dalam pelaksanaan di lapangan. Terlebih di tengah turunnya harga minyak dunia, industri hulu migas dituntut melaksanakan efisiensi biaya operasi. Diantaranya, renegosiasi ulang dengan sub kontraktor agar dapat memberikan fleksibilitas harga sehingga dapat menjaga keekonomian proyek yang telah direncanakan. “Sudah ada contoh kasus, renegosiasi kontrak rig di Total E&P Indonesie dan PHE WMO,” katanya.

Cara lain, dengan melakukan perubahan skenario operasi lapangan yang lebih sederhana serta kolaborasi operasi dengan perusahaan migas yang wilayahnya berdekatan, seperti sharing penggunaan material dan peralatan.

Dalam konteks industri hulu migas wilayah Jabanusa kontribusinya lebih dari 300.000 barel ekuivalen minyak per hari atau 15% dari total produksi minyak dan gas bumi nasional. Jumlah ini akan meningkat cukup signifikan saat Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu mencapai produksi puncak sebesar 205.000 bph pada akhir 2015. Saat ini, produksi Banyu Urip berkisar 80.000 bph.

Kepala Perwakilan SKK Migas wilayah Jabanusa, Ali Masyhar, menjelaskan industri hulu migas masih menghadapi kendala nonteknis. Salah satunya, kepentingan pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah, terutama minimnya pengetahuan daerah mengenai dana bagi hasil minyak dan gas bumi, serta peran daerah dalam bentuk participating interest.

Mengingat migas merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, pemanfaatan dana bagi hasil sebaiknya digunakan untuk meningkatkan dan membangun potensi-potensi di daerah yang sifatnya lebih jangka panjang dan dapat memacu pertumbuhan sektor lain. “Paradigma pengelolaan industri hulu migas telah bergeser dari hanya penghasil penerimaan dan sumber energi, menjadi penciptaan nilai tambah dengan cara memperkuat dan memberdayakan kapasitas nasional,” kata Ali.

Menurut dia, koordinasi dengan pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi keniscayaan untuk mencapai tata kelola migas yang lebih efektif. “Transparansi, dialog dan komunikasi intensif merupakan faktor agar semua pihak memberikan dukungan sehingga operasi lancar dan sukses,” katanya.(LH)